Berita

USAID: MSMEs Still Need the Support from the Government USAID: UMKM Masih Butuh Dukungan Pemerintah

The development of Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) in Indonesia still faces obstacles. The government seems to be lack of optimal support on the development.  In fact, several problems such as the limited work opportunity and limited goods production in Indonesia can be solved by developing the MSMEs.

Thus Daniel Bellefleur – a researcher in AmCham Indonesia from the program Strengthening Business Association for Reform (SEBAR) – stated in the seminar entitled “A Snapshot of Indonesia Entrepreneurship and Micro, Small, and Medium Sized Entreprise Development” held by American Corner of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Amcor UMY) in collaboration with the American Embassy for Indonesia and United States Agency for International Development (USAID) on Thursday (6/14) in the Meeting Room of AR Fahruddin B Building in UMY Integrated Campus.

Businessmen in Indonesia face the obstacle in funding their business development. Most MSMEs, Bellefleur asserted, are not really productive because of the lack in technology that results in low-quality products, which are sold only in local markets. Bellefleur added that the consequence is that the development of MSMEs in Indonesia in 2010, for example,   is only 2.01%; smaller than the development of large-scale businesses which reached 3.43%.

Bellefleur explained that one of the efforts the government can make is building a business incubator for MSME owners in Indonesia. To date, the government has successfully created several entrepreneurship programs, but the problem is that there is lack of monitoring and evaluation.

Meanwhile, according to Patrick Tangkau – a member of Indonesian Chambers of Commerce and Industry (KADIN) – another problem in Indonesia is that only few MSME owners register their business to the government. SEBAR, which is an economic development program from USAID shows that only as much as 36.9% of MSMEs in Indonesia are registered to the government. One of the causes is the complicated procedure of the registration. Tangkau added that it is also because the Office of Integrated Licensing Service (KPPT), which actually was built to simplify the registration process does not really work. Of the 500 regencies in Indonesia, less than 160 operate their KPPT. It is even worsened by the lack of socialization.

Tangkau said that this business registration actually can benefit the MSMEs. The registration provides security for costumers, workers, owners, investors, and creditors. It can also gives control to a number of market and industry functions. However, in Indonesia, the registration fee and the many requirements have made many MSME owners choose not to register. Another issue is the difference between the local regulation and central regulation on this registration procedure.  

Tangkau also saw a problem in the Indonesian people’s mindset. Many university graduates, for instance, tend to seek jobs in government offices or big companies. Few Indonesians choose to take the risk of building their own business. As a matter of fact, entrepreneurship and MSMEs give many benefits to the owner and the surrounding society, especially in providing job opportunity.  

Mariska Intan Sari SS – Amcor UMY Director – hoped that students and other participants gain knowledge from the information given by the presenters. Therefore, they will get the benefits for the future. Entrepreneurship is one of the bright prospects for the students in Indonesia.  (fariz/arifah)

Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih mengalami sejumlah kendala. Pemerintah dinilai belum dapat mendukung perkembangan tersebut secara optimal. Padahal, sejumlah permasalahan seperti terbatasnya lapangan kerja dan produksi barang di Indonesia dapat dipecahkan dengan perkembangan UMKM.

Demikian disampaikan Daniel Bellefleur, peneliti AmCham Indonesia, Strengthening Business Association for Reform (SEBAR) dalam Seminar “A Snapshot of Indonesia Entrepreneurship and Micro, Small, and Medium Sized Entreprise Development” yang diadakan American Corner Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Amcor UMY) bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia dan United States Agency for International Development (USAID), Kamis (14/6) di Ruang Sidang AR Fahrudin B Kampus Terpadu UMY.

Pebisnis di Indonesia, dalam memulai bisnisnya menurut Daniel memiliki kendala untuk mencari pembiayaan untuk mengembangkan usahanya. Kebanyakan UMKM menurutnya tidak terlalu produktif akibat minimnya teknologi yang digunakan sehingga kualitas produk pun menjadi buruk yang hanya dipasarkan di pasar lokal saja. “Akibatnya pertumbuhan UMKM di Indonesia pada tahun 2010 misalnya hanya 2,01%, lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan bisnis skala besar yang mencapai 3,43%”

Daniel menjelaskan, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menngembangkan lembaga inkubator bisnis bagi para pemilik UMKM di Indonesia. Selama ini pemerintah memang berhasil dalam menyelenggarakan sejumlah program kewirausahaan, namun menjadi permasalahan karena kurangnya prosesmonitoring dan evaluasi.

Sementara menurut anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Patrick Tangkau, permasalahan lain yang muncul di Indonesia adalah sedikitnya pengusaha UMKM yang mendaftarkan bisnisnya ke pemerintah.SEBAR yang merupakan program pertumbuhan ekonomi USAID memperlihatkan hanya sejumlah 36,9% UMKM yang mendaftarkan bisnisnya. Hal ini salah satunya disebakan prosedur mendapatkan izin yang membingungkan. “Juga tidak berjalannya Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) yang sebenarnya diadakan untuk mempermudah pendaftaran. Dari 500 kabupaten di Indonesia, kurang dari 160 kabupaten yang telah mengoperasikan KPPT. Ditambah lagi kurangnya sosialisasi.”

Pendaftaran bisnis ini menurut Patrick sebenarnya dapat memberikan sejumlah keuntungan bagi UMKM. Registrasi memberikan perlingdungan bagi konsumen, pekerja, pemilik, investor dan kreditor. Registrasi jua dapat memberikan control bagi sejumlah fungsi pasar dan industri. “Tapi di Indonesia, biaya registrasi dan banyaknya jumlah persyaratan membuat sejumlah pemilik UMKM memilih tidak melakukan registrasi. Isu lain adalah berbedanya peraturan daerah dan peraturan pusat terkait hal ini” terang Patrick.

Selain itu Patrick juga melihat permasalahan pada mindset kebanyakan masyarakat di Indonesia. Para lulusan perguruan tinggi misalnya akan berpikir untuk mencari kerja di pemerintah atau perusahaan-perusahaan besar. Sedikit dari masyarakat Indonesia yang memilih untuk mengambil resiko mendirikan bisnis pribadi. “Padahal seperti dijelaskan, kewirausahaan dan UMKM memberikan banyak manfaat bagi pemilik dan masyarakat sekitar, terutama penciptaan tenaga kerja”

Direktur Amcor UMY, Mariska Intan Sari SS. mengharapkan, mahasiswa dan para peserta seharusnya dapat mengambil ilmu dari pengetahuan yang diberikan para pembicara. “Dengan begitu, mereka akan memperoleh keuntungan dalam demi masa depan. Kewirausahaan adalah salah satu prospek cerah bagi pelajar di Indonesia” pungkasnya.(fariz)