Dunia saat ini sedang menghadapi wabah COVID-19 (Corona Virus Disease) yang telah banyak menelan korban jiwa, dengan Kota Wuhan di Tiongkok menjadi yang pertama terkena wabah tersebut. Di Indonesia sendiri seperti berita yang di update langsung dari Kemenkes RI (20/3/2020) bahwa sudah terdapat 308 kasus positif Corona, 25 korban meninggal dunia, dan 15 diantaranya berhasil sembuh. Angka kematian tersebut menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu tentunya mengharuskan kita untuk meningkatkan kewaspadaan dan tentunya secara kolektif untuk pencegahan penyebaran virus COVID-19. Kita semua perlu ambil bagian dalam memerangi wabah COVID-19 ini.
Beberapa kampus di Indonesia sesuai arahan pemerintah, telah menghentikan proses kegiatan belajar mengajar langsung (tatap muka) dan menggantinya dengan kuliah daring/online, termasuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang memberlakukan kuliah online per 16 Maret 2020.
“Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan sebuah lembaga atau komunitas yang berisikan orang-orang yang menjalankan fungsi pendidikan, sosial, ekonomi, dan kesehatan yang akan sangat terdampak dengan situasi pandemik saat ini. Dalam hal ini, orang-orang tersebut menjadi skala prioritas utama dalam penanganan situasi pandemik COVID-19, maka dari itu, UMY merancang kebijakan protokol yang tidak bersifat agresif tapi diharapkan bisa menjadi bagian dari solusi,” tutur dr. April Imam Prabowo, S.Ked., MFM (Clin) pada rapat koordinasi Taskforce Mitigasi COVID-19 UMY, saat diwawancarai pada Jum’at (20/3).
Alasan UMY untuk tidak menutup langsung akses selama 14 hari atau disebut sebagai masa inkubasi, dan memilih tujuh hari pertama adalah karena pihak kampus ingin mempersiapkan segala fasilitas yang mendukung untuk menghadapi pandemik ini. “Jadi ketika mahasiswa sudah memungkinkan untuk kembali belajar di kelas, sudah terdapat tempat cuci tangan, pengecekan suhu, hand sanitizer, dan sterilisasi ruangan. Pendekatan ini mencontoh pada apa yang dilakukan oleh Singapura, Hongkong dan Taiwan. Tidak dianjurkan memiliki pandangan bahwa setelah masa 14 hari semuanya akan aman, harus tetap waspada,” sambungnya.
Kuliah daring membuat mahasiswa diharuskan berdiam diri di kos masing-masing, dr. April menghimbau agar mahasiswa tidak melakukan aktifitas di luar ruangan dengan bertemu banyak orang yang dapat meningkatkan resiko tertular virus Corona. “Mahasiswa harus sadar akan kesehatan sendiri dan orang lain, dan jangan panik atau stress, karena stress dapat memperlemah sistem imun yang justru berbahaya dalam situasi seperti ini. Jangan pernah menganggap sepele COVID-19, sebab virus ini tidak hilang dengan sendirinya, ini dapat mengakibatkan kematian bagi si penderita yang memiliki riwayat tertentu kemudian terjangkit karena kekebalan tubuhnya lemah.”
Pada situasi seperti ini sangat dibutuhkan penambahan literasi, melakukan promosi kesehatan dan ikut ambil bagian dalam setiap kebijakan demi mengurangi penyebaran COVID-19. “Promosi kesehatan bukan hanya kita menuliskan rekomendasi, memajang poster, tapi yang terpenting adalah kita tahu apa yang kita lakukan seperti memproteksi kesehatan publik dan mengurangi dampak sosialnya. Kita harus memastikan rekomendasi yang ada dapat mengurangi penyebaran virus di lingkungan kampus. Semua pihak harus terlibat mulai dari pembuat kebijakan hingga pelaksana kebijakan. Sebagai mahasiswa harus mengambil aksi dengan melakukan prinsip social distancing, meningkatkan literasi, belajar di rumah, dan online learning. Semua yang berperan adalah pahlawan. Dengan menjaga upaya penularan virus semakin rendah. Jadilah agent of change dalam situasi pandemic ini,” pungkas dr. April. (hbb)