Yogyakarta – Isu Amerika Serikat mengkritik QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) dapat menghambat pembayaran, ditanggapi oleh Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Hermanto. Ia menegaskan bahwa QRIS telah memenuhi standar internasional dan keamanannya dijamin oleh sistem yang ketat. Dengan demikian, pembayaran lintas negara dapat berjalan lancar tanpa hambatan, karena QRIS telah menjalin kerja sama dengan berbagai negara. Sehingga tidak ada penghambatan pembayaran lintas negara karena QRIS bahkan sudah bekerja sama dengan berbagai negara.
“Segala sesuatu yang bisa diterima secara internasional berarti sudah berstandar internasional, tidak main-main,” ujar Hermanto dalam seminar Digitalisasi Sistem Pembayaran di Indonesia: Peluang, tantangan, peran regulator serta perlindungan konsumen yang digelar oleh BI bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (29/4) di Gedung K.H Ibrahim Lantai 5.
Ia mencontohkan bahwa QRIS saat ini telah diterima di beberapa negara lain yakni Thailand, Malaysia, dan Singapura. Hal ini, yang membuktikan kesesuaiannya dengan standar global, termasuk Standar Pelaporan Keuangan Internasional (SPKI) yang juga digunakan oleh penyedia kartu global seperti Visa dan Mastercard.
Menurut Hermanto, yang sebenarnya dipermasalahkan bukanlah QRIS, melainkan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) yang hanya berlaku untuk transaksi dalam negeri. “GPN itu hanya bisa digunakan di Indonesia, tidak bisa untuk perdagangan luar negeri. Jadi, tidak ada relevansinya dengan Amerika,” tegasnya.
Terkait keamanan, Hermanto menegaskan bahwa sistem QRIS telah memiliki banyak lapisan perlindungan. “Semakin banyak layer-nya, semakin aman, dan sistem bank juga sudah sangat aman karena diawasi oleh OJK. Sementara, sistem pembayaran diawasi oleh Bank Indonesia,” paparnya.
Ia pun menanggapi terkait maraknya pemalsuan QRIS. Menurutnya, potensi pemalsuan tersebut justru seringkali berasal dari kelalaian pengguna. “QRIS palsu itu kembali ke kita. Pengguna harus benar-benar mengecek dan memastikan keaslian kode sebelum melakukan pembayaran,” ujarnya.
Untuk itu, BI terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat, terutama kepada konsumen, agar lebih waspada. “Yang pertama kami edukasi adalah konsumen. Dari sisi kami, BI terus menjaga sistem keamanannya, tapi pengguna juga harus cermat,” pungkas Hermanto. (Mut)