Berita

Revolusi Media Persyarikatan Muhammadiyah Harus Sesuaikan Perkembangan Teknologi

Dakwah sebagai upaya menyebarkan kebenaran dan kebaikan Islam selalu menjadi tujuan utama bagi organisasi Muhammadiyah. Mulai dakwah melalui lisan dalam komunitas masjid yang sudah dilakukan semenjak masa awal berdirinya hingga memanfaatkan media cetak sebagai cara untuk memperluas dakwah yang dilakukan. Seiiring dengan semakin berkembangnya dunia, dakwah yang dilakukan juga dituntut untuk mengalami kemajuan. Hal tersebut seperti disampaikan oleh Prof. Dr. Dadang Kahmad, M.Si. dalam acara Seminar Nasional Konsolidasi Media Muhammadiyah yang dilaksanakan di Kantor Pusat Suara Muhammadiyah pada hari Minggu (25/2) sore lalu.

Dalam seminar dengan tema ‘Antara Peran Kebangsaan, kebutuhan dan Kondisi Media Persyarikatan Muhammadiyah’ tersebut Dadang yang juga bertindak sebagai Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka dan Informasi menyebutkan bahwa saat ini masyarakat sanga dekat dengan dunia internet. “Berdasarkan putusan Muktamar Muhammadiyah ke 37, dakwah yang dilakukan Muhammadiyah harus berbasis komunitas dari berbagi lapisan masyarakat. Terlebih untuk masyarakat pada lapisan menengah dan bawah yang sangat dekat dengan internet, dimana banyak bentuk komunikasi dan interaksi dilakukan oleh mereka melalui berbagai media yang memanfaatkan internet karena dirasa efisien oleh mereka,” ungkapnya.

Dadang menyampaikan bahwa berdasarkan sebuah penelitiian yang dilakukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayutallah, Yogyakarta, banyak generasi muda Indonesia saat ini mendapatkan informasi melalui internet. “Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LP3M UIN Syarif Hidayatullah, sebanyak 56,48 persen remaja postmillennial mendapatkan informasi mengenai agama melalui media sosial seperti Youtube dan juga situs web informasi Islam,” paparnya.

“Berdasarkan data tersebut, fenomena ini harus jadi perhatian untuk Muhammadiyah agar dapat aktif menyediakan konten-konten positif yang sesuai dengan Islam berkemajuan. Karena keadaannya saat ini, media pesyarikatan Muhammadiyah kurang getol dalam berbicara mengenai isu keagamaan. Bahkan media cetak kita hanya diserap oleh masyarakat yang berada dalam lingkungan Muhammadiyah saja. Sekarang, kalau kita ingin mencari informasi keagamaan di mesin pencari internet seperti Google, maka yang ditunjukkan dalam halaman pertama hasilnya adalah jawaban dari web dan situs selain milik persyarikatan Muhammadiyah,” jelas Dadang.

Karena itu Dadang menghimbau agar media persyarikatan Muhammdiyah harus lebih aktif dalam berbicara agar dapat mewarnai dakwah Islam di Indonesia dengan Islam yang berkemajuan. “Padahal seharusnya kita yang menyadari lebih dahulu pentingnya untuk meng-upgrade media agar semakin memajukan dakwah. Kita harus menyiapkan kader yang melek terhadap kemajuan teknologi dan revolusi media serta mampu menjawab tantangan dunia,” imbuh Dadang.

Pentingnya media pemberitaan untuk mengikuti kemajuan teknologi saat ini juga diungkapkan oleh Ahmad Jauhar selaku Wakil Ketua Dewan Pers. “Produksi media konvensional seperti Koran dan majalah sebenarnya masih banyak di Indonesia, akan tetapi perlu diakui bahwa daya serap masyarakat terhadapnya saat ini menurun. Apalagi jika dibandingkan dengan konsumsi masyarakat terhadap situs atau media sosial yang menyediakan beragam informasi,” ungkapnya.

“Akan tetapi ini juga menjadi masalah tersendiri bagi Dewan Pers, karena dengan mudahnya membuat situs atau media sosial yang menyediakan informasi juga memunculkan berbagai media abal-abal. Media-media ini membuat berita berdasarkan informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dewan Pers kerap menemukan media-media yang memberikan informasi mengenai Islam yang cenderung radikal dan malah cenderung mencegah bersatunya Islam di Indonesia,” jelasnya.

Jauhar berharap agar rencana untuk mendigitalkan media persyarikatan Muhammadiyah digarap dengan sebaik-baiknya agar dapat menciptakan konten yang berkualitas. “Bidang pers ini dapat dianalogikan dengan industri kuliner, dengar beragamnya media pemberitaan yang ada bisa dikatakan ini adalah prasmanan berita. Namun dengan cara seperti itu kita tidak bisa menjamin kualitas dari sajian yang kita hidangkan. Yang kita harus lakukan adalah menyediakan fine-dining yang terjamin kualitasnya, dari sumber yang valid dan terpercaya, serta juga bisa memberikan wawasan yang dibutuhkan oleh konsumen,” tutup Jauhar. (raditia)

Share This Post

Berita Terkini