Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) yang ada di Indonesia merupakan daerah yang masih rawan permasalahan sosial. Terutama masalah perbatasan, sulitnya akses, hingga sulitnya persediaan air. Melihat permasalahan tersebut, UMY pun kembali mengirimkan mahasiswanya untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di 4 daerah di wilayah 3T.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Rektor I UMY, Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. saat diwawancarai di kantornya pada Selasa (28/06). Beliau menyebutkan, total 99 mahasiswa akan di kirim ke 4 daerah berbeda yakni di Kecamatan Nunukan, Sebatik, Kalimantan Utara; Kecamatan Sembalun, Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat); Kecamatan Sambi Rampas, Manggarai Timur (Nusa Tenggara Timur); dan Kecamatan Kokoda, Sorong, Papua.
“Kawasan-kawasan itu punya permasalahan, punya kriteria masuk dalam daerah tertinggal. Masuk ke dalam daerah-daerah yang terdepan, yang mungkin berdekatan dengan lautan, misalnya. Dan yang terluar, yang berbatasan dengan negara lain,” jelas Gunawan.
Total 99 mahasiswa peserta KKN tersebut akan dilepas pada 15 Juli mendatang. 25 mahasiswa ditempatkan di Sebatik, 27 di Kecamatan Sembalun, NTB, 27 di Kec. Sambi Rampas NTT, dan 20 mahasiswa lainnya di Kecamatan Kokoda, Sorong. Sementara keberangkatan para peserta KKN berbeda-beda, dimulai pada 15 Juli yakni pemberangkatan tim KKN di Kokoda. Dan tim terakhir berangkat pada 18 Juli yang merupakan tim KKN NTT.
Gunawan menambahkan, para mahasiswa peserta KKN tersebut akan ditugaskan selama 2 hingga 3 bulan. “Berbeda dengan KKN reguler yang hanya KKN selama 1 bulan. Tugas mereka otomatis lebih berat daripada mahasiswa lainnya yang ikut KKN reguler,” ujar Gunawan.
Sementara itu, tugas umum dari para mahasiswa selama berada di tempat KKN adalah meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat dalam 3 hal, yakni dalam hal pendidikan, pertanian, dan sosial ekonomi. “Itu pokoknya saja. Mahasiswa masih harus mengadakan program pendukung atau program bantu, sesuai dengan permasalahan yang ada,” terang Gunawan.
Selama menjalani program KKN tersebut, para mahasiswa akan tinggal di rumah penduduk setempat. Gunawan menambahkan bahwa keunggulan KKN tahun ini adalah pesertanya yang lebih variatif, berasal dari gabungan mahasiswa ilmu sosial dan ilmu eksak. “Tahun lalu saat yang ke Sebatik itu pesertanya semuanya anak sosial seperti dari HI dan Ekonomi. Namun yang sekarang ini sudah ada mahasiswa dari Ilmu Pertanian, Teknik dan bahkan Agama,” ungkap Gunawan.
Dengan keberagaman latar belakang mahasiswa tersebut, Gunawan berharap program-program bantu yang dilakukan selama KKN dapat lebih menuai hasil. “Program-program bantunya contohnya yang di Sebatik akan berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai Warga Negara Indonesia. Karena letak Sebatik berbatasan dengan Malaysia dan penggunaan mata uang Ringgit umum dilakukan, maka mahasiswa perlu membantu masyarakat lagi untuk meningkatkan ke-WNI-annya. Kalau yang di NTB, program pendukungnya akan terkait pengolahan produk hasil pertanian dan juga meningkatkan potensi pariwisata lokal,” jelas Gunawan.
Sementara untuk program pendukung di derah Sambi Rampas, NTT akan berfokus pada masalah kekeringan. Bagaimana mahasiswa dan masyarakat setempat agar bisa mengatasi masalah kekeringan yang melanda daerah tersebut. “Kemudian untuk di daerah Kokoda, Sorong, Papua, program pendukungnya adalah meningkatkan keterampilan teknis pertanian masyarakat setempat,” ujar Gunawan lagi.
Pembentukan kelompok peserta KKN sendiri, Gunawan mengungkapkan, secara mandiri dilakukan oleh para mahasiswa. Namun demikian, pihak Universitas tetap melakukan seleksi untuk melihat kesiapan para calon peserta KKN. “Yang diseleksi adalah kesiapan mental dan kepribadian, karena mereka akan melakukan KKN di daerah yang terpencil. Dan juga yang terpenting adalah izin dari keluarga,” tegas Gunawan.
Dengan diadakannya KKN di daerah 3T ini, selaku Wakil Rektor I, Gunawan berharap agar mahasiswa mampu melihat langsung kondisi daerah 3T seperti apa. “Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah mereka dapat selama kuliah ke objek yang lebih nyata,” ujar Gunawan.
Sebelumnya UMY juga pernah melakukan program KKN terbatas di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah dengan total peserta KKN hanya 12 orang. Program KKN terbatas ini kemudian baru dilanjutkan pada tahun 2015 yakni di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Kedepannya, Gunawan berharap KKN seperti ini akan berkembang tidak hanya pada daerah 3T saja, namun juga menjangkau KKN pada daerah-daerah yang terkena musibah bencana juga. (Deansa)