Keberadaan lingkungan hidup menjadi modal awal pembangunan. Namun di sisi lain, lingkungan hidup itu sendiri juga masih minin mendapat perhatian publik. Akibatnya, permasalahan lingkungan hidup pun kerap terjadi. Karena itulah, setiap kepala daerah, instansi atau siapa pun yang akan melakukan pembangunan harus memperhatikan lingkungan hidup di sekitarnya.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc, saat menjadi pembicara dalam acara Milad ke-32 Fakultas Pertanian UMY, di Gedung Ar. Fachruddin A lantai 5, Kampus Terpadu UMY. Dalam peringatan Milad ke-32 FP UMY tersebut juga hadir jajaran pimpinan UMY diantaranya Rektor UMY, Ketua Senat Fakultas Pertanian, dan Dekan Fakultas Pertanian UMY.
Dalam sambutannya, Prof. San Afri menyampaikan tentang perlunya pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup di Indonesia. Menurutnya, Lingkungan hidup adalah modal pembangunan. Modal pembangunan itu harus dikaitkan dengan daya dukung dan daya tampung agar kualitas Sumber Daya Alam tetap terjaga.
Dia menambahkan, merupakan tantangan bagi kepala daerah untuk menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. “Tren ini sulit karena yang terjadi banyak daerah-daerah yang gampang membuka lahan pertanian tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung. Itulah yang menyebabkan sebagian keadaan Sumber daya Alam kita saat ini dalam kondisi rusak”.
Prof. San Afri pun menyarankan agar setiap pembangunan yang dilakukan hendaknya bisa dipilih secara bijak. “Bagaimana caranya, agar biaya sosial, biaya kerusakan, dan biaya penyusutan SDA dapat mengoreksi pertumbuhan ekonomi sehingga kepala daerah siap untuk melaksanakan mitigasi dan lebih bijak dalam mengambil keputusan,”jelas beliau.
Disamping itu, menurutnya pembangunan pertanian saat ini juga mempunyai masalah tersendiri. “Di Indonesia contohnya, kita sangat bergantung pada perubahan iklim. Pergantian Iklim telah telah mengubah pola hujan dan pergantian musim kemarau atau hujan. Hal tersebut mempengaruhi semakin langkanya air untuk pertanian,” imbuh beliau.
Selain itu, masalah lain yang diungkapkan yaitu wilayah lumbung yang tertekan pembangunan. Wilayah itu justru menjadi lokasi pengembangan infrastruktur dan perkotaan strategis. Dia mencontohkan Jawa Tengah. ”Jawa Tengah menjadi daerah dengan potensi untuk menjadi lumbung pangan nasional, tetapi juga didorong menjadi pusat pertumbuhan infrastruktur. Hal ini menjadi kontradiksi yang menyebabkan daerah tersebut mengalami penurunan kualitas lingkungan dan rentan bencana.”
Dalam sambutannya tersebut, ia juga menyoroti masalah Lahan gambut yang ada Di Indonesia. Saat ini di seluruh Indonesia terdapat 15 juta Ha lahan gambut. Namun tahun lalu sudah berkurang sebanyak 2,6 juta Ha. Padahal menurutnya, Lahan gambut berfungsi untuk menyimpan air tanah.”Lahan gambut di Indonesia sebagi tempat penyimpanan mampu menyimpan 2 triliun liter air. Seluruh air danau di Indonesia jika digabungkan saja hanya mencapai 200 miliar liter air. Hal ini sangat disayangkan karena kapasitas dan kemampuan tata air kita terus menerus menurun,” tutupnya. (bagas)