Berita

Magister Keperawatan UMY Bahas Pelayanan Kesehatan Haji

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia dan setiap tahunnya selalu ada banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam ibadah Haji. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI berusaha memberikan dukungan agar para jemaah dapat melaksanakan ibadahnya dengan baik, salah satunya dengan memberikan pendampingan kesehatan dalam proses berhaji. Namun demikian ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan ibadah haji, diantaranya adalah dari aspek kesehatan. Untuk mengetahui apa saja masalah dan juga solusi yang dapat diambil, Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelenggarakan 5th Annual Scientific Forum dengan mengangkat tema “Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Haji Melalui Peningkatan Kompetensi Tim Kesehatan Haji Yang Berkualitas”. Forum berupa seminar dan lokakarya tersebut diadakan di Gedung Kasman Singodimedjo kampus terpadu UMY pada hari Sabtu (8/12).

H. Nurudin, S.H., M.H., Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta, selaku pembicara dalam forum tersebut menyampaikan salah satu penyebab masalah adalah masa tunggu antrean yang cukup lama. “Ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh calon jemaah haji, karena ibadah tersebut selain dilakukan dengan kesadaran spiritual namun juga melibatkan aktivitas fisik yang cukup berat. Selain itu lama antrean untuk jemaah haji saat ini sudah mencapai 20 tahun lamanya bagi yang sudah mendaftar. Ini disebabkan antara lain karena ibadah haji hanya dilakukan pada waktu tertentu dan ada banyak orang yang ingin berpartisipasi. Selain itu karena banyak jemaah yang sudah berhaji ingin kembali ke tanah suci,” ujarnya.

Akibatnya banyak sekali jemaah haji yang akan berangkat ke Mekah sudah berumur cukup tua. “Jemaah yang diberangkatkan berasal dari latar belakang beragam, mulai dari asal hingga kondisi tubuhnya. Ini yang menjadi perhatian utama kita karena banyak sekali jemaah yang akan berangkat sudah lanjut usia. Karenanya salah satu kriteria untuk diperbolehkan berangkat haji adalah mampu secara fisik, dan untuk mendukung itu pemerintah melaksanakan program Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI). Tim tersebut juga termasuk petugas kesehatan yang akan membantu mereka selama proses ibadah haji. Namun jumlah petugas kesehatan yang mendampingi hanya sedikit dibandingkan jumlah jemaah haji, untuk DIY misalnya 5 petugas kesehatan untuk melayani 355 jemaah haji. Petugas tersebut akan membantu jemaah yang memiliki kebutuhan khusus atau apabila terjadi kejadian darurat,” ungkap Nurudin.

Dr. dr. Kusbaryanto.,FISPH.,FISCM, Dosen program Magister Keperawatan UMY, selaku pembicara lainnya menyampaikan bahwa karena situasi tersebut tenaga medis berkompeten sangat diperlukan. “Petugas medis yang tergabung dalam TPHI akan bekerja di sebuah kloter untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada jemaah haji sejak sebelum berangkat dan selama proses haji berlangsung termasuk melaporkan hasil pelaksanaan tugas pada Kementerian Kesehatan RI. Karena komposisi jemaah yang berangkat kebanyakan terdiri dari orang tua, maka dokter dan perawat yang menjadi petugas kesehatan harus mampu mengatasi masalah yang mungkin terjadi mulai ISPA, astenia, hingga penyakit jantung. Ini juga termasuk permasalahan psikologis misalnya ketika jemaah terlalu banyak memikirkan keluarga di tanah air sehingga mengakibatkan stres,” ujarnya.

Kusbaryanto juga memberi saran bahwa selain berkompeten, petugas kesehatan harus mampu untuk menjaga dirinya. “Karena tugas mereka adalah untuk melayani jemaah haji yang berangkat, untuk itu mereka harus mampu menjaga dirinya sendiri terlebih dahulu. Misalnya dengan tidak memaksakan diri untuk melakukan ibadah sunnah seperti mencium hajar aswad,” ungkapnya. (raditia)