Berita

Salah Seorang Hafidz Pada Malam Refleksi Milad 35 UMY, Sudah Hafal Qur’an Sejak Usia 12 Tahun

IMG_3289
Kelima mahasiswa Hafidz/Hafidzah UMY, dari kanan Imam Arifin, Syahid Rabbani, Musyarafah, Ary Asy’ar, dan Mukarramah.

Ada suasana berbeda pada Malam Refleksi Milad ke-35 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yang diselenggarakan di Sportorium UMY pada Senin (29/2). Semua orang yang hadir dalam peringatan Malam Refleksi Milad 35 UMY tersebut, terlihat hikmat menyimak untaian-untaian ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh lima mahasiswa-mahasiswi hafidz-hafidzah UMY. Kelima mahasiswa tersebut, Imam Arifin (KKI, hafalan 30 juz), Syahid Rabbani (PBA, hafalan 20 juz), Musyarafah (EPI, hafalan 16 juz), Mukarramah (KKI, hafalan 12 juz), dan Ary Asy’ar (PAI, hafalan 10 juz), bergiliran membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Untaian ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan kelimanya pada malam refleksi tersebut, juga kian menunjukkan bahwa UMY, sesuai dengan tema Milad ke-35 kali ini “Shining Beyond Borders”, telah siap untuk menembus batas dan menyinari dunia. Bukan hanya menyinari dengan keilmuan saja, namun juga menyinari dunia dengan berlandaskan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Tim jurnalis Biro Humas UMY, berkesempatan mewawancarai salah seorang penghafal Al-Qur’an tersebut, Imam Arifin. Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Konseling Islam, Fakultas Agama Islam UMY ini rupanya telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tepatnya saat usianya menginjak angka 12 tahun kurang 4 bulan. “Saya mulai menghafalkan Al-Qur’an sejak usia empat tahun. Itu karena pesan dari ibu saya,” ungkap Imam memulai ceritanya.

Usia 4 tahun, biasanya memang menjadi usia dimana anak-anak masih senang dengan dunianya sendiri. Begitu pula dengan yang dialami oleh Imam. Saat dirinya masih berusia 4 tahun, ia tak hanya asyik dengan dunia kecilnya sendiri, namun juga memiliki dunia baru yang mungkin tidak banyak dimiliki oleh anak-anak seumurannya. Pada usia 4 tahun itulah, orang tua Imam, khususnya sang ibu mulai mengenalkannya dengan Al-Qur’an untuk dihafalkan olehnya. Sekalipun semula Imam kecil bercita-cita menjadi seorang dokter, namun pesan dari sang ibu lantas menjadikan Imam untuk bercita-cita menjadi seorang hafidz Qur’an. “Saat itu ibu saya berpesan, ‘Nak, kamu mau tidak memberikan mahkota emas untuk orang tua di Akhirat?’ Spontan saya menjawab kalau saya mau memberikan mahkota kepada orang tua saya,” kenang Imam saat ditemui di Masjid Kampus KH. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (1/3). Dan saat usianya mulai menginjak lima tahun, ia sudah berhasil menghafalkan dua juz dari Al-Qur’an, yakni juz ke 29 dan 30.

Namun motivasinya untuk menjadi seorang hafidz Qur’an sejak kecil sempat terhambat, saat usianya masih 6 tahun, tepatnya pada saat ia mulai masuk sekolah dasar. Lingkungan tempat belajar yang kurang kondusif itulah yang menjadi penghambatnya untuk melanjutkan hafalan Al-Qur’annya. Hingga saat ia berusia 11 tahun, orang tua Imam memasukkannya ke sebuah Pondok Pesantren, Ma’had Huda di Bogor. Saat itulah ia mulai kembali mengulang (muraja’ah) dan melanjutkan hafalan al-Qur’annya pada waktu yang sangat singkat. “Tepatnya pada usia ke 12 tahun kurang 4 bulan, pada tahun 2008 Alhamdulillah saya benar-benar sudah bisa menghafal semua ayat-ayat suci Al-Qur’an. Hal itu karena saya selalu mengingat pesan orang tua kepada saya saat saya masih kecil dulu. Pesan mereka itulah yang menjadi motivasi saya untuk terus menghafalkan Al-Qur’an,” ujar putra dari pasangan Kastoyo dan Sutarti ini lagi.

Kedekatannya dengan Al-Qur’an, memberikan banyak keberkahan dalam kehidupan Imam, sekaligus juga memberikan tantangan ketika ia mulai memasuki dunia SMA. Dalam penuturannya, Imam menyampaikan pengalaman saat kembali ke kampung halamannya, di Banjarnegara. Teman-teman di SMA nya tidak menyukainya, bahkan Imam mengaku bahwa saat dirinya masih duduk di bangku SMA pernah dikucilkan, dihajar hingga pernah masuk rumah sakit akibat dari perbuatan teman semasa SMAnya. Ketidaksukaan teman-temannya tidak terlepas dari prestasi yang selalu dimiliki oleh Imam, yang menjadikan semua guru ikut mengapresiasi atas prestasi yang dimilikinya. “Kehidupan yang berbeda saat semasa menghafal al qur’an di Ma’had, lalu kembali ke kampung halaman yang kehidupannya sangat jauh berbeda, ini menjadi tantangan bagi saya. Saya menjaga Al-Qur’an harus siap menjadi orang asing. Meskipun dicibir dan dikucilkan, saya buktikan bahwa penghafal Al-Qur’an itu juga punya prestasi,” ungkapnya.

Prestasi-prestasinya pun mulai bersinar, setelah ia terus membangun kebiasaanya bersama Al-Qur’an. Imam berhasil menjuarai berbagai ajang kompetisi yang berhubungan dengan Al-Qur’an maupun pelajaran formal lainnya. Diantara prestasi yang pernah dihasilkan yaitu pada tahun 2007 ia berhasil menjuarai Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten Banjarnegera, Juara Pertama lomba Qira’ah tingkat Kabupaten Banjarnegara, tahun 2010 menjuarai lomba debat bahasa Arab tingkat kabupaten, juara pertama lomba tahfidz tingkat kabupaten, pada tahun 2013 meraih juara dua pada lomba tahfidz antar pesantren se Jawa dan Bali yang diadakan di Bogor, juara kedua lomba tartil tingkat Ma’had Tahfidz se Indonesia, dan pada tahun 2014 berhasil meraih juara kedua lomba tartil tingkat Jawa dan Bali di Bogor.

Dilihat dari berbagai prestasi yang ditorehkannya, Imam mendapat kesempatan menjadi juri lomba tartil Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2013. Selain itu, saat ini Imam diberikan kepercayaan untuk mengajar tartil di pesantren mahasiswa Budi Mulya, serta menjadi salah seorang pengajar tartil di UMY.

Di tengah kesibukannya, saat ini Imam berkuliah di dua tempat yang berbeda dengan mengambil jurusan yang berbeda pula. “Saat ini saya sedang mengambil kuliah di UAD mengambil jurusan Ulumul Hadist angkatan 2014, dan mengambil jurusan konseling Islam di UMY angkatan 2015,” ujar Imam yang berkeinginan menjadi pengusaha dan pendakwah Al-Qur’an tersebut.

Saat ini Pria kelahiran Banjarnegara, Jawa tengah, 16 Agustus 1995 ini mengaku pernah bertalaqi (bertemu dan murajaah) yang dibimbing langsung oleh Syeikh Sudais yang merupakan Imam besar Masjidil Haram, dan terus berlanjut hingga saat ini belajar dengan Syeikh Sudais melalui media online. Bukan hanya itu, Imam juga pernah bertalaqi dengan Syeikh Ali Bashfar yang merupakan ulama pemegang sanad Al-Qur’an sekaligus ketua organisasi tahfidz Internasional. Keduanya pernah ditemuinya saat berkunjung ke Ma’had Huda Qur’ani Bogor dalam rangka wisuda akbar.

“Jadilah penjaga Al-Qur’an, niscaya Allah akan menjagamu. Muliakanlah Al-Qur’an, niscaya Allah akan memuliakanmu. Hormatilah Al-Qur’an, niscaya Allah akan menghormatimu. Pelajarilah, pahamilah, amalkanlah, dan dakwakanlah Al-Qur’an, niscaya akan bahagia dunia dan akhirat,” pesan Imam.

Share This Post

Berita Terkini