Berita

Manasik Haji Pengaruhi Kematangan Emosi Calon Jama’ah Haji

IMG_4273Keikutsertaan calon jama’ah haji dalam proses Manasik Haji, sebelum ibadah haji dilakukan di Tanah Suci, menjadi salah satu faktor yang bisa mempengaruhi tingkat kematangan emosi calon jama’ah haji. Sementara, salah satu godaan terberat bagi jama’ah haji agar bisa mendapatkan predikat haji mabrur adalah godaan psikologis berupa ekspresi emosi marah.

Ekspresi emosi marah seperti berbuat jelek, berkata-kata kotor dan bertengkar, menjadi ekspresi emosi yang dilarang oleh Allah Swt selama pelaksanaan ibadah haji. Walau tidak menutup kemungkinan pula ekspresi-ekspresi emosi tersebut bisa saja terjadi dan dilakukan oleh jama’ah haji karena berbagai hal. Seperti karena pengaruh cuaca, perilaku sesama jama’ah haji yang menjengkelkan, atau sebab lainnya seperti manajemen pelayanan yang kurang baik, terbatasnya sarana penunjang pelayanan haji, dan petugas yang kurang profesional.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Drs. H. M. Naim, M.Ag saat mempertahankan disertasinya pada sidang Promosi Program Doktor Ilmu Psikologi Pendidikan Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sab’tu, (02/04) di Gedung AR Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY. Dalam disertasinya tersebut, Naim menyebutkan bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut, Manasik Haji menjadi faktor utama yang dapat membantu para jama’ah haji dalam meningkatkan kematangan emosinya. “Apabila jamaah haji diberi lingkungan sosial yang memadai, termasuk pendidikan serta pembekalan sebelum berangkat ibadah haji dalam manasik haji, kematangan emosi jamaah haji akan semakin meningkat,” papar Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut.

Disertasi Naim yang berjudul Kematangan Emosi Jamaah Haji tersebut, mengambil fokus penelitian pada fenomena jamaah haji Kota Surabaya Tahun 2012. Dalam penelitian tersebut, Naim menemukan bahwa identifikasi kadar temperamental jamaah haji, bisa dilihat ketika hendak mengikuti manasik haji. Menurut pengakuannya, temperamen terbukti mempengaruhi kematangan emosi jamaah haji. Sedangkan jamaah haji yang temperamental perlu diberi bekal khusus saat melakukan manasik haji. “Para jamaah haji yang diberi bekal khusus ketika manasik haji, akan mampu menekan amarahnya ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan. Di samping itu para pembimbing jamaah haji sudah seharusnya melakukan pengawasan dan pembimbingan secara terus-menerus kepada jamaah haji tersebut selama pelaksanaan ibadah haji,” jelas Naim.

Naim menambahkan, pengalaman traumatik dan pengalaman konflik fisik jamaah haji perlu diidentifikasi sejak akan mengikuti manasik haji. “Jamaah haji yang memiliki pengalaman traumatik dan atau pernah mengalami konflik fisik secara serius, perlu mendapat bimbingan secara serius. Sebab kedua hal itu dapat menjadi pemicu pada rendahnya tingkat kematangan emosi jamaah haji ketika jamaah haji menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan selama pelaksanaan ibadah haji,” ujarnya.

Pada sidang promosi doktor ke 27 tersebut, Naim berhasil meraih nilai sangat memuaskan (A). Dalam penyampaiannya, Naim menyarankan kepada pengelola manasik haji untuk memberikan pendidikan dan pembekalan yang cukup kepada calon jamaah haji agar selama menjalankan ibadah haji mampu menunjukkan tingkat kematangan emosi yang baik. Terlebih dalam pengaturan pembimbingan jamaah haji, hendaknya dilakukan koordinasi dengan pengelola KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji).

“Jamaah haji non KBIH perlu mendapat bimbingan lebih intensif dari pemerintah, sedangkan jamaah haji yang mengikuti KBIH cukup dibimbing oleh pembimbing KBIH mereka meskipun jamaah tersebut memiliki hak yang sama untuk memperoleh bimbingan dari pembimbing pemerintah,” terangnya. (hv)