Berita

25 Mahasiswa Singapore Politechnic akan Pelajari Produksi Jamur dan Batu Bata

img_9527

Sebanyak 25 mahasiswa Singapore Politechnic akan mengikuti program Learning Express (Lex) bersama dengan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) selama dua minggu. Selama program tersebut, para mahasiswa akan belajar tentang produksi jamur, batu bata dan keripik.

Program Lex atau KKN Internasional tersebut mulai dibuka pada Senin (19/09), hingga 30 September mendatang. Kegiatan tersebut juga diikuti oleh 16 mahasiswa UMY dan 11 mahasiswa UPN Yogyakarta. Masing-masing mahasiswa SP akan didampingi oleh satu buddy (pendamping) dari mahasiswa UMY atau UPN, untuk membantu mereka selama kegiatan bersama masyarakat lokal berlangsung.

Kepala Kantor Urusan Internasional UMY, Ir. Tony K. Hariadi, M.Eng., menyebutkan bahwa para mahasiswa asal Singapura akan merasakan pengalaman baru yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. “Lokasi dan kegiatannya akan sangat berbeda dengan di Singapura. Mahasiswa akan tinggal selama dua minggu di daerah yang lokasinya jauh dari kota,” jelas Tony dalam pembukaan program Learning Express.

Para peserta sendiri akan ditempatkan di dua dusun yang berbeda yakni Dusun Ngaran, Pandak, Bantul dan di Dusun Gonjeng, Kasihan, Bantul. Selama berlangsungnya program, mahasiswa akan mempelajari tentang produksi jamur, batu bata dan keripik, yang merupakan sentra industri dari kedua dusun.

Selain itu, menurut Tony mahasiswa juga harus melakukan penelitian tentang masalah yang dihadapai oleh masyarakat lokal, selama proses produksi ketiga produk yang sudah disebutkan. Dari analisa permasalahan, baik mahasiswa SP, UMY maupun UPN akan dilakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dua Dusun di Bantul tersebut. Hasil diskusi dalam bentuk project kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk pameran KKN Internasional pada 29 September mendatang.

Koh Siok Im, selaku dosen pembimbing bagi mahasiswa SP menyampaikan harapannya agar para mahasiswa asal Singapura dapat berinteraksi dengan masyarakat lokal, selama program Lex berlangsung. “Selain itu saya harap mahasiswa juga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat lokal. Dan di masa mendatang, akan lebih dapat berkolaborasi dengan mahasiswa lokal,” ungkap Koh.

Sebelum diterjunkan ke dusun-dusun yang sudah ditentukan, para mahasiswa asal SP diberikan pembekalan bahasa Indonesia. Mereka diajarkan beberapa kosakata umum, seperti perkenalan, salam dan lain-lain. Pengenalan bahasa Indonesia ini diharapkan dapat sedikit membantu mahasiswa asal Singapura saat berkomunikasi dengan masyarakat lokal selama program Lex berlangsung. (Deansa)