Berita

LP3M UMY Fokuskan Engagement untuk Mempercepat Penanganan COVID-19

Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LP3M UMY) mendorong pemerintah agar turut serta melibatkan masyarakat atau melakukan community engagement sebagai garda terdepan dalam rangka mempercepat penanganan COVID-19. UMY sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia terus berkomitmen untuk mendorong dilaksanakannya community engagement dengan terus berkomunikasi kepada para stakeholders, civitas akademika, serta pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama melawan COVID-19. Terhitung sejak 14 Maret 2020, UMY telah mengeluarkan kebijakan mitigasi COVID-19 dengan melibatkan civitas akademika dan juga stakeholders dalam implementasinya.

Dari sisi riset dan pengabdian masyarakat, LP3M UMY menandai berbagai upaya penanganan COVID-19 oleh pemerintah memerlukan respon masyarakat dalam bentuk community engagement. Hal ini mengingat jumlah masyarakat terkonfirmasi dan menjadi korban jiwa akibat COVID-19 masih terus meningkat sejak kasus pertama terkonfirmasi diumumkan oleh presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 lalu. Secara statistik, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak 3.181.62 kasus COVID-19 dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 224.301 jiwa. Di Indonesia sendiri, per 1 Mei 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menunjukkan jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 10.551 dengan korban meninggal sejumlah 800 jiwa dan sembuh sebanyak 1.591 jiwa.

Dalam diskusi terbatas bersama LP3M UMY, Selasa (5/5) Dr. Gatot Supangkat, MP., kepala LP3M UMY menegaskan bahwa community engagement ini diharapkan dapat menjadi strategi krusial pemerintah untuk melengkapi berbagai kebijakan yang telah diputuskan baik itu dari pemerintah pusat, kementrian dan lembaga non-kementrian, serta pemerintah daerah untuk pencegahan penyebaran, percepatan penanganan, pelayanan, maupun untuk mengatasi dampak dari COVID-19. Sasaran kebijakan pemerintah terkait COVID-19 telah meliputi semua sektor seperti kebijakan untuk UMKM seperti penundaan angsuran pokok dan bunga, kebijakan penanggungan PPh 21 bagi para pekerja industri, kartu pra-kerja, dan juga kebijakan untuk masyarakat miskin seperti kartu pra-kerja, PHK, dan juga bantuan logistik berupa sembako.

Menurut Dr. Dyah Mutiarin, M.Si., kepala divisi riset LP3M UMY, strategi community engagement diperlukan untuk memperlambat transmisi COVID-19 dan untuk melindungi masyarakat secara luas. “Dalam penerapannya, masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran sosialnya untuk berpartisipasi mencegah infeksi dan transmisi COVID-19. Masyarakat perlu disiplin terutama dalam menerapkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Bencana Non-alam Penyebaran COVID-19 Sebagai Bencana Nasional,” ujarnya.

Dalam community engagement, komunikasi proaktif dua arah antara pemerintah dan masyarakat sangatlah diperlukan. “Informasi data yang akurat dan transparan mengenai penanganan COVID-19 merupakan titik temu antara penerapan kebijakan dengan respon masyarakat. Hal ini dapat dilatarbelakangi alasan untuk mengurangi kepanikan masyakarat. Kendati demikian, dalam community engagement, pemerintah perlu menerapkan model komunikasi partisipatif yang memberi kesempatan pada masyarakat untuk memproduksi dan mengelola informasi secara mandiri,” jelas Mutiarin lagi.

Kepala divisi pengabdian masyarakat LP3M UMY, Dr. Adhianty Nurjanah, M.Si., menyatakan bahwa hal tersebut dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui pembentukan call center dan juga melakukan kerja sama dengan komunitas tangguh bencana, puskesmas setempat, serta RT dan RW sebagai lingkungan terkecil untuk menjadi komunikator dan mediator yang mudah dijangkau oleh masyarakat hingga tingkat terendah.

“Dengan demikian, hambatan komunikasi dalam penanganan COVID-19 dapat dengan mudah tertangani. Tidak hanya itu, komunikasi parsitipatif juga dapat mengurangi penyebaran hoax yang beredar. Sebab masyarakat saat ini tengah mengalami infodemic yaitu kondisi dimana masyarakat menerima informasi dari berbagai sumber namun akurasi data dan juga sumbernya masih sangat meragukan,” ungkap Adhiyanti.

Dalam rangka mengefektifkan community engagement, Adhiyanti kembali menambahkan bahwa diperlukan edukasi kepada masyarakat secara masif dengan strategi penyampaian pesan yang edukatif dan efektif. “Pemerintah harus membuat kampanye sosial secara masif mengenai hal-hal terkait COVID-19 dengan menggunakan bahasa yang lugas, mudah dipahami, atau bahkan menggunakan bahasa daerah yang mudah diterima masyarakat. Karena selama ini, pesan yang disampaikan kepada masyarakat masih sulit dipahami oleh beberapa kalangan seperti misalnya istilah physical distancing,” tutupnya. (ays)

Share This Post

Berita Terkini