Berita

MPR RI Rencanakan Reformulasi GBHN

IMG_4425Dewasa ini, Indonesia semakin dihadapkan dengan permasalahan yang beragam antara lain seperti kesenjangan sosial, wawasan kebangsaan yang mulai pudar, identitas ke-Indonesiaan mulai luntur dan masyarakat yang kurang peduli Pancasila menjadikan negeri ini memerlukan sebuah perubahan baru. Dalam hal ini, MPR RI memiliki rencana mereformulasi ulang GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dan tengah meminta pendapat dari kalangan akademisi di Indonesia.

Pada Focus Group Discussion kerja sama MPR RI dengan program studi Hubungan Internasional UMY yang dilaksanakan di Hotel Sheraton Yogyakarta, ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa telah mengeluarkan keputusan untuk mereformulasi sistem perencanaan pembangunan sesuai dengan GBHN negara. “GBHN ini akan berisi komprehensif tentang pembangunan jangka pendek dan panjang yang berisi tentang politik, sosial, budaya, dan karakter bangsa,” terang Zulkifli.

Zulkifli menambahkan bahwa untuk mendiskusikan GBHN, fraksi-fraksi politik tidak mendiskusikan isi GBHN, namun melalui diskusi bersama kaum akademik, ahli-ahli hukum tata negara, masyarakat luar, dan rakyat. “Diharapkan diskusi ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih mendalam. Paling tidak dari FGD ini bisa terjawab apakah MPR perlu diberi wewenang membuat GBHN? GBHN yang seperti apa? Apa produk hukum bila GBHN ada? Dan lembaga mana yang memiliki wewenang?” ungkap Zulkifli.

Zulkifli juga menerangkan bahwa negara akan maju dilihat dari kampus yang ada di negara tersebut. Hal itu karena kampus memiliki peran penting dalam mencetak individu yang unggul atau tidak. “karena peradaban akan maju dilihat dari manusia yang berilmu. Dan jika GBHN terjadi, maka akan diaplikasikan oleh periode MPR yang akan datang,” tutup Zulkifli.

Focus Group Discussion yang berjudul “Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional model GBHN” tersebut tidak hanya dihadiri oleh para akademisi dari UMY saja, namun juga dari UIN Sunan Kalijaga, Universitas Islam Indonesia (UII), dan para tokoh pemikir lainnya. Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Miftah Thoha dan Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H. yang menyampaikan pendapat mereka terkait rencana MPR mereformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN tersebut.

Dalam pemaparannya, Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H. menyampaikan bahwa sebelum mereformulasi ulang sistem perencanaan pembangunan nasional, pemerintah harus memperhatikan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. “Kalau mau menghidupkan GBHN, ya mari menghidupkan sistem pemerintahannya. Karena Indonesia saat ini mengusung sistem pemerintahan presidensil dan bukan parlementer. Sedangkan dengan menggunakan sistem GBHN yang dibuat oleh MPR, maka secara tidak langsung sistem pemerintahan kita beralih ke parlementer. Dan itu tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensil,” terang Zainal.

Zainal menekankan siapa yang akan membuat GBHN tersebut. Jika presiden, maka otomatis dalam GBHN tersebut harus diperhatikan program jangka pendeknya, yakni selama masa 5 tahun presiden menjabat. “Karena untuk perumusan jangka panjang, Undang-Undang Dasar sudah merumuskan target pembangunan nasional sendiri,” tutur Zainal.

Dalam pemaparannya, Zainal mengutarakan bahwa jika parlemen yang membuat GBHN, maka akan memiliki implikasi kepada sistem presidensil di Indonesia. Ia menambahkan bahwa kalau presiden dijatuhkan parlemen karena tidak menjalankan GBHN, berarti sistemnya parlementer. Karena dengan sistem presidensil, presiden tidak bertanggung jawab ke parlemen, tetapi langsung ke publik. “Intinya kembali ke sistem pemerintahan negeri ini. Kalau sistem presidensil, jangan hadirkan GBHN, tetapi hadirkan Undang-Undang pembangunan jangka panjang. Tapi kalau negara ini bersepakat menjadi negara semi presidensil atau parlementer, ayo kembali saja. Tetapi konsekuensinya presiden kembali dipilih oleh parlemen,” tutup Zainal. (Deansa)

Share This Post

Berita Terkini