Berita

Wujudkan Kampus Tanpa Kekekerasan, UMY Jalin Kerjasama Dengan Kementerian PP-PA

img_2636UMY menandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Republik Indonesia untuk mewujudkan Kampus Tanpa Kekerasan pada Selasa (15/11) di Ruang Sidang Gedung AR.Fachrudin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY. Proses penandatangan diwakili oleh Wakil Rektor II UMY, Dr. Suryo Pratolo, M.Si. Akt dan diterima langsung oleh Kepala Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KPPA, Ir. Agustina Erni, M.Sc.

UMY menyambut baik kerjasama yang dilakukan Kementerian PP-PA tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Suryo dalam sambutannya. ”Kerjasama dan penandatanganan MoU ini sejalan dengan visi kampus yaitu Unggul dan Islami. Kampus Anti Kekerasan merupakan salah satu wujud visi Unggul dan Islami dan juga merupakan gerakan berkemajuan sesuai yang diamanahkan oleh PP Muhammadiyah. Oleh karena itu, apapun yang sejalan dengan visi kami, kami akan berpartisipasi dalam hal tersebut,” ujarnya.

Suryo menambahkan bentuk kekerasan saat ini juga sangat kompleks di dalam kampus, dikarenakan perbedaan fakultas dan jurusan. Suryo pun menghimbau agar mahasiswa UMY bisa menghindari bentuk kekerasan seperti itu. “Jangan mengkotak-kotakan diri dalam fakultas dan jurusan. Karena kita ini satu, UMY. Semua mahasiswa bisa mengakses semua fasilitas UMY. Berbaur atas nama UMY, berkomunikasi secara sinergis sehingga jika ada permasalahan yang muncul bisa diselesaikan dengan baik,” tambahnya.

Selain itu, menurut Suryo, UMY juga telah memiliki Pusat Studi Wanita yang bisa terus dioptimalkan perannya. “UMY saat ini telah memiliki Pusat Studi Wanita. Kami harap dengan menjalin kerjasama dengan Kementerian PPA ini, perannya bisa direvitalisasi dan terus dioptimalkan. Saya berharap juga untuk para mahasiswa lebih mengerti apa itu kekerasan sehingga bisa menghindari tindak kekerasan dan dapat melindungi orang lain dari kekerasan,”harapnya.

Senada dengan Suryo, Agustina Erni juga melihat mahasiswa sebagi agen perubahan yang dapat menjalankan dan menyebarkan sikap anti-kekerasan. “Perguruan Tinggi merupakan ujung tombak dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Mahasiswa dan mahasiswi dengan jumlah besar di PT menjadi kekuatan utama sebagai agen perubahan tidak hanya untuk pemberdayaan perempuan dan anak-anak, tetapi juga untuk masyarakat. Kami harap partisipasi mahasiswa yang ikut membantu kami dalam membina masyarakat,”ungkapnya.

Lebih lanjut menurut Erni, saat ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berfokus pada tiga prioritas utama yakni mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengatasi penjualan perempuan dan anak, serta pemberdayaan ekonomi. “Dengan mengatasi tiga prioritas tersebut, kami berharap perempuan dan anak-anak dapat berkontribusi terhadap pembangunan negara,”lanjutnya.

Dalam acara tersebut, diadakan juga workshop bagi mahasiswa bertajuk “Kampus Tanpa Kekerasan” yang menghadirkan Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) UMY, Anne Permatasari, MA dan Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY, Arida Oetami Mkes. “Tanpa disadari, mahasiswa tidak dilindungi oleh peraturan tentang kekerasan. Oleh karena itu penting bagi kita mewujudkan kampus tanpa kekerasan. Mahasiswa harus bisa menghindari kekerasan dan melindungi orang lain dari tindak kekerasan,” ujar Anne. Sementara Arida menyoroti gaya pacaran mahasiswa jaman sekarang, yang seringkali memicu kemungkinan kekerasan diantara mahasiswa.

Acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan diskusi musikal oleh Simponi Band (Sindikat Musik Penghuni Bumi). Melalui musik dan liriknya, Simponi Band mengenalkan kampanye HeforShe. HeforShe merupakan kampanye global yakni pelibatan kaum laki-laki dalam mendukung tercapainya kesetaraan gender di Indonesia. Dengan adanya HeforSHe, diharapkan ada perubahan paradigma atau pola pikir laki-laki sehingga dapat memberikan akses, kesempatan, dan ruang kepada perempuan untuk bersama-sama menjadi subjek dalam pembangunan. (bagas)

Share This Post

Berita Terkini