Berita

UU Nomor 7 Tahun 2017 Jadi Tantangan Bagi KPU

Disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu 2019, menjadi tantangan baru bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan UU tersebut yang baru disahkan pada tanggal 21 Juli 2017, diundangkan tanggal 16 Agustus 2017, dan baru bisa diakses masyarakat pada 21 Agustus 2017. Padahal, tahapan Pemilu 2019 yang juga diatur dalam UU tersebut sudah seharusnya dimulai sejak 17 Agustus yang lalu.

Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi, saat menjadi pembicara dalam kuliah umum yang bertajuk “Election Update : Tantangan dan Isu isu strategis pemilu serentak 2019”. Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Ilmu Pemerintahan UMY pada Selasa (10/10) ini, bertempat di Gedung KH. Ibrahim E6 lantai 5 Kampus Terpadu UMY.

Menurut Pramono, karena keterlambatan akses yang diperoleh dari UU tersebut, banyak partai politik yang belum melakukan pendaftaran. “Untuk mempersiapkan pendaftarannya saja perlu waktu yang cukup lama, sehingga banyak partai politik yang masih belum melakukan pendaftaran, karena UU nomor 7 Tahun 2017 tersebut baru bisa mereka akses pada 21 Agustus 2017. Selain itu, hal ini juga menyebabkan uji materi soal verifikasi partai politik (parpol) berlangsung bersamaan dengan pendaftaran parpol,” ujarnya.

Tak hanya itu, tantangan lain yang mungkin akan dihadapi KPU RI menurut Pramono dengan keterlambatan tersebut yakni, persiapan tahapan Pemilu 2019 yang hampir bersamaan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. “Pemilu 2019 merupakan Pemilu serentak dimana masyarakat akan menerima 5 surat ketika pemilihan berlangsug. Ditambah lagi akibat ditentukannya pemungutan dan penghitungan suara harus dilakukan dalam satu hari, menjadikan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) membengkak karena pemilih di setiap TPS perlu dikurangi dari yang tadinya 500 menjadi 300. Jumlah TPS selanjutnya berjumlah 868.608 dari yang sebelumnya 572.752 sehingga mengakibatkan pengeluaran dana yang lebih banyak lagi. Hal tersebut dilakukan demi ketaatan terhadap hukum yang berlaku,” jelasnya.

Selain itu Pramono juga mengatakan bahwa kemungkinan ada konflik yang akan terjadi berkaitan dengan permasalahan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Verifikasi Faktual dan Presidential Treshold. Di sisi lain pemilu 2019 merupakan pemilu serentak untuk memilih anggota eksekutif-legislatif, lokal-nasional. Hal tersebut menjadikan isu yang terjadi di masyarakat semakin tumpang tindih, serta semakin sulitnya masyarakat untuk mengetahui profil partai politik.

Karena itu, Pramono menghimbau kepada masyarakat, dalam membaca sebuah peraturan atau undang-undang tidak hanya berpaku pada satu pasal tapi sebisa mungkin dibaca dan dipahami secara keseluruhan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. (zaki)

Share This Post

Berita Terkini