Berita

Ubah Umbi-Umbian Jadi Makanan Modern Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Karang Rejo

roti ubi, pizza ubi teloKarang Rejo, desa yang terletak di Kecamatan Loane, berjarak 7 km dari Purworejo, Jawa Tengah ini merupakan desa ekowisata berbasis hutan rakyat. Desa ini menawarkan banyak alternatif wisata seperti paronama pedesaan dan hutan bagi mereka yang penat dengan suasana perkotaan. Bagi yang menyukai tantangan ada outbond, panjat tebing , dan Tracking. Kemudian, anak-anak juga bisa belajar tentang alam di desa ekowisata Karang Rejo ini.

Namun ada baiknya jika tempat wisata Hutan di karang Rejo juga dilengkapi dengan wisata kuliner. Tempat wisata dan kuliner mempunyai hubungan yang sinkron. Tempat wisata memberikan sebuah ruang bagi pusat-pusat kuliner untuk tumbuh dan berkembang. Usaha melalui bidang kuliner ini yang pada akhirnya diharapkan mampu untuk mendongkrak pendapatan ekonomi para masyarakat di sekitar tempat wisata.

Oleh karena itu, sejak Mei 2009, Sutrisno SP, MP dan Ir. Triwara Buddhi Satyarini, MP dari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FP-UMY) bersama dengan Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian kerjasama antar perguruan tinggi (Hibah Pekerti) yang dibiayai oleh DIKTI tentang pengembangan desa ekowisata berbasis Hutan Rakyat di desa Karang Rejo tersebut.

Sutrisno dan Triwara yang memang memiliki latar belakang agribisnis fokus pada pengembangan desain pangan lokal yang bisa mendukung berkembangnya kuliner khas ala Karang Rejo yang bisa memajukan desa ekowisata tersebut serta memberikan peningkatan pendapatan bagi masyarakat setempat. Di tahun pertama penelitian ini keduanya fokus pada penginovasian pangan lokal di Karang Rejo.

Menurut Sutrisno, pertanian di Karang Rajo memproduksi Umbi-umbian yang bermacam macam dan banyak kuantitasnya. Namun, pada umumnya masyarakat belum mengetahui bagaimana mengelola umbi-umbian ini menjadi sumber pendapatan.“Biasanya masyarakat hanya memanfaatkan umbi-umbian ini untuk dijual dan jika dikelola jadi makanan paling hanya direbus atau di gorong seperti biasa,”ungkapnya saat ditemui bersama Triwara di Kampus Terpadu UMY, Rabu (17/2).

Sebenarnya masyarakat Karang Rejo memiliki beberapa varietas umbi yang khas seperti suweg kimpul, tales dan lain-lain. “Selanjutnya adalah bagaimana mengelola umbi-umbi ini menjadi produk yang lebih memiliki nilai jual yang tinggi,” ungkap Sutrisno.

Sutrisno dan Triwara yang sudah memiliki pengalaman selama 4 tahun dalam bidang pengolahan umbi-umbian menjadi produk makanan modern di Inkubator Bisnis (Inbis) Fakultas Pertanian UMY mentranfer aplikasi ilmu agrobisnis yang mereka lakukan di perguruan tinggi ke masyarakat Karang Rejo. Dalam hal ini dilakukan alih teknologi atau pembelajaran pembuatan aneka kue dan roti kering dengan perlakuan mensubstitusi tepung terigu dengan tepung umbi pangan lokal. Umbi pangan lokal yang dimaksud adalah ketela pohon, ketela rambat, kimpul dan suweg.

Pelatihan diadakan melalui pertemuan di komunitas masyarakat, seperti komunitas ibu-ibu di berbagai dusun di desa Karang Rejo. “Kita mentransfer pada masyarakat khususnya para ibu-ibu untuk membuat bahan baku yang tradisional ini menjadi aneka makanan modern seperti brownis, roti, pizza, donat, nastar dan castangel,” papar Triwara.

Sutrisno dan Triwara berharap makanan-makanan modern dari suweg, kimpul dan lain-lainnya ini bisa menjadi makanan khasnya Karang Rejo. “Contohnya begini, kalau Kaliurang terkenal dengan jadah tempenya, yang maka kita ingin Karang Rejo terkenal variasi Suweg nya,”papar Sutrisno.

“Tapi bukan berarti kita meminggirkan makanan tradisional khas Karang Rejo seperti Suweg rebus, kita tetap memeliharanya hanya saja perlu inovasi untuk meningkatkan nilai jualnya,”imbuhnya.

Menurut Tri, beberapa bulan, sejak program ini dijalankan sudah mulai terlihat peningkatan ekonomi di masyarakat desa karang rejo. ”Yang dulunya tidak tahu brownis atau kalau mau beli brownis ke kota dulu sekarang sudah bisa buat sendiri atau pesan di komunitas ibu-ibu PKK,”ungkapnya. Triwara juga menambahkan bahwa lebaran tahun 2009, ada beberapa orang yang sudah membuka bisnis kue kering tela. Masyarakat juga menjual berbagai makanan tersebut di area wisata hutan.

Untuk program penelitian selanjutnya, keduanya berencana untuk memperkuat lembaga bisnis pangannya serta secara kontiniu melakukan promosi desa ekowisata Karang Rejo.

Share This Post

Berita Terkini