Berita

Tata kelola pemerintahan yang baik tidak sekadar masalah teknis

Dalam melakukan proses tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), hal ini tidak sekadar melakukan perubahan dalam aspek teknis semata. Lebih dari itu,Good Governance juga harus dipahami bagaimana masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang. Untuk mewujudkan hal tersebut, Reformasi Birokrasi menjadi salah satu isu utama yang harus dilakukan Indonesia.

Dalam melakukan proses tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), hal ini tidak sekadar melakukan perubahan dalam aspek teknis semata. Lebih dari itu,Good Governance juga harus dipahami bagaimana masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang. Untuk mewujudkan hal tersebut, Reformasi Birokrasi menjadi salah satu isu utama yang harus dilakukan Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Direktur Center for Good Governance (CGG), Dr. Christoph Behrens, dalam Kuliah Umum mengenai “The Idea of Good Governance in the Theories and Practices, A Comparison between Indonesia and Germany” di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (4/5). Acara yang dilanjutkan dengan Soft Launching Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) UMY ini diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY dengan International Governmental Studies (IGOV) dan MIP UMY. Dalam acara tersebut, Soft Launching MIP UMY dilakukan oleh Kasubdit Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah, Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas, Wariki Sutikno, MCP.

Menurut Christoph, sejak kuartal terakhir pada abad 20 dunia mengalami perubahan yang dramatis sehingga memengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, hingga pandangan pribadi. “Internasionalisasi dan globalisasi ekonomi juga menunjukkan konsekuensi dramatis mengenai hal –hal yang kita nilai sehingga memengaruhi persepsi kita terhadap dunia,” jelasnya.

Perubahan tersebut, diakui Christoph, membuka peluang kerjasama bagi Negara –negara didunia. Perekonomian Eropa, misalnya, tidak lagi berdasarkan perekonomian nasional namun menuju pada ketergantungan dalam level yang lebih tinggi dengan diakuinya Euro sebagai mata uang Uni Eropa.

Namun Christoph melihat perubahan itu juga menuai kritik, khususnya dalam melihat bagaimana Negara maju yang telah kaya menjadi semakin kaya dan sebaliknya. Untuk itu, perlu ada pemikiran bagaimana Negara kaya tersebut kemudian mau berbagi dengan Negara miskin, terutama bagi banyak Negara yang masih menghadapi isu kemiskinan sebagai masalah mendasar sehingga pemberantasan kemiskinan masih menjadi tujuan pembangunan yang utama. “Dengan kata lain, dalam pembangunan saat ini, manusia menghadapi kerumitan yang semakin berkembang dan meningkatnya  perubahan yang pesat sehingga mereka mengalami beberapa kemungkinan dan kegelisahan,” terangnya.

Konsep dari Good Governance diadopsi dari ide dasar bagaimana menjalankan bisnis secara professional. Hal ini terkait dengan target yang jelas, penampilan, komunikasi yang baik dan transparansi, pengawasan dan pengevaluasian dari sebuah hasil. “Aspek teknis dari tata kelola pemerintahan yang baik ini merupakan sebuah tantangan, khususnya bagi admistrasi model lama yang terbiasa dengan system tertutup dan tidak transparan, serta sedikit atau tidak ada control dari luar,” ungkap Christoph.

Merespon kondisi saat ini, Christoph menilai Good Governance atau Tata Kelola yang baik harus dipahami sebagai sesuatu yang tidak hanya dalam aspek teknis semata, namun juga dalam kerangka politik. “Tata kelola yang baik tidak sekadar dipahami sebagai proses teknis semata, seperti bagaimana menciptakan pemerintahan yang baik dan transparan. Namun juga bagaimana masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan yang tidak hanya dapat dinikmati segelintir orang,” tegasnya.

Christoph juga memaparkan jika tata kelola pemerintahan yang baik memiliki tiga aspek yang sangat fundamental, yaitu etika dasar pemerintahan, prinsip persamaan, dan munculnya kerjasama antara pemerintahan dengan profesionalitas.

Ia menambahkan, kelaparan dan kemiskinan, atau kekerasan terhadap manusia merupakan sesuatu yang melanggar martabat manusia sehingga konsep tata kelola pemerintahan yang baik pun menggambarkan sebuah kewajiban untuk mengatasi permasalahan tersebut. “Hal ini termasuk adanya persamaan bagi manusia tanpa memandang status sosial, jender sehingga tata kelola pemerintahan yang baik melayani semua masyarakat, tidak hanya sebagian dari masyarakat tersebut. Oleh karenanya, Reformasi Birokrasi berdasarkan prinsip dari tata kelola yang baik menjadi satu isu utama bagi Indonesia,” pungkas Christoph.

Share This Post

Berita Terkini