Berita

Penyintas Kekerasan Seksual Jangan Bungkam

Kasus kekerasan seksual pada perempuan tentu akan menyebabkan trauma yang berkepanjangan. Penyintas akan mengalami hal-hal abnormal yang menghantuinya sehingga sulit bergaul dengan masyarakat. Kondisi ini tentunya membutuhkan pendampingan, dukungan keluarga, dan juga lingkungan sosial yang dapat merangkul si penyintas. Oleh karenanya, Penyintas kekerasan seksual diharapkan tidak bungkam dan melapor.

Hal ini yang menjadi pesan dalam sebuah film dokumenter “Brave Miss World” (2013), arahan sutradara Cecilia Peck yang yang tayang dalam acara bertajuk “Nonton Bareng Miss Brave World dan Pelatihan Jurnalistik” di Ruang Sidang Pascasarjana UMY lt. 4 pada Rabu (8/3). Kegiatan ini diselenggarakan oleh American Corner UMY bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan #IAmBrave Indonesia dalam rangka memperingati Hari Wanita International (International Women’s Day).

Brave miss world berkisah tentang seorang ratu kecantikan tahun 1998 dari Israel, Linor Abargil yang diculik dan diperkosa di Milan, Italia, 16 minggu sebelum memenangkan kontes Miss World. Sepuluh tahun kemudian, Dia mendorong korban kekerasan seksual lainnya untuk berbicara. Linor mendorong para korban melawan kekerasan seksual dengan berbicara, mengakhiri sikap bungkam mereka karena malu. Linor bepergian untuk berbicara dengan para perempuan korban kekerasan seksual di Afrika Selatan hingga seluruh dunia.

Cecilia Peck, sineas Amerika Serikat yang menyutradai film tersebut menyatakan perempuan penyintas kekerasan seksual tidak bisa hanya diam menghadapi kasus kekerasan seksual yang makin merebak. “Saya telah mengangkat hal tabu di masyarakat, juga sangat sensitif jika difilmkan. Saya sangat kagum dengan Linor yang memutuskan untuk tidak tinggal diam setelah apa yang dialaminya. Perempuan penyintas tidak seharusnya diam dalam keadaan ini, We stand together against Sexual violence!” ujarnya melalui Teleconference video call langsung dari AS.

Baginya, penting untuk memberikan edukasi tentang kekerasan seksual dan cara pencegahannya, tidak hanya kepada perempuan, namun juga laki-laki sehingga bisa memperlakukan perempuan dengan baik. “Bagi laki-laki penting untuk menghormati wanita. Memperlakukan dengan sopan dan tidak melakukan kekerasan. Dan bagi wanita, harus bisa mengambil sikap ketika ada hal yang membuat tidak nyaman. Di saat seperti itu, anda berhak menolak dan berteriak,” imbuhnya.

Salah satu alasan utama para penyintas menolak melapor adalah malu. Mereka sadar ketika melapor, pandangan orang ke dia akan negatif. Hal ini juga dikritisi Cecilia tentang pandangan masyarakat yang menghakimi penyintas. “Kita juga harus memberi kesadaran bagi masyarakat untuk tidak menghakimi penyintas kekerasan seksual. Sebaliknya mereka butuh dorongan dari lingkungan sosialnya untuk bersifat terbuka,”pungkasnya. (bagas)

Share This Post

Berita Terkini