Berita

Organisasi pelayanan publik harus perhatikan standar pelayanan

Peristiwa padamnya listrik yang sempat terjadi di bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu mengindikasikan adanya beberapa prinsip yang tidak dapat dipenuhi pihak bandara maupun pengelola dalam pelayanan publik.

Peristiwa padamnya listrik yang sempat terjadi di bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu mengindikasikan adanya beberapa prinsip yang tidak dapat dipenuhi pihak bandara maupun pengelola dalam pelayanan publik.

Menurut pakar administrasi publik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), DR. Ulung Pribadi, ada beberapa hal prinsip  dalam pelayanan publik yang tidak dapat dipenuhi bandara Soekarno-Hatta sebagai organisasi pelayanan publik maupun PT Angkasa Pura sebagai pengelola.

Prinsip tersebut meliputi asas pelayanan publik yang terkait dengan kepentingan umum, profesional, transparansi, ketepatan waktu, kecepatan, dan kemudahan. “Dalam peristiwa padamnya listrik di bandara Soekarno-Hatta, organisasi pelayanan publik ini bisa dibilang tidak profesional dalam memberikan pelayanan kepada publik dan mengindikasikan tidak mampu memenuhi prinsip dalam pelayanan publik,” terang Ulung saat diskusi terbatas mengenai “Pelayanan Publik dan permasalahannya”, di Kampus Terpadu, Selasa (10/8).

Hal prinsip lainnya yang tidak dipenuhi bandara Soekarno-Hatta adalah kurangnya sistem informasi pelayanan kepada publik sehingga pengguna jasa bandara pun tidak mendapatkan informasi yang diharapkan. “Standar pelayanan yang menjadi tolak ukur untuk digunakan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada publik juga belum dipenuhi,” tambah Ulung.

Melihat peristiwa padamnya listrik di bandara Soekarno-Hatta, Ulung juga memaparkan faktor yang menjadi penyebabnya. “Saya melihat ada beberapa factor penyebab dari peristiwa ini yang bukan sekadar faktor teknis,” tuturnya. Ulung menilai, kebijakan dan program organisasi pemberi pelayanan publik didesain dan diwujudkan dengan tidak melibatkan stakeholder, salah satunya publik.

Pertanggungjawaban organisasi pemberi pelayanan publik juga masih bersifat hierarkis sehingga publik pun tidak bisa mengontrolnya. “Mereka pun juga lebih berperan sebagai economic man yang lebih mengejar keuntungan ekonomi semata serta memperlakukan publik sebagai customer yang dipandang sebagai pembeli,” papar Ulung.

Dalam memberikan pelayanan publik, Ulung mengungkapkan perlunya organisasi atau pengelola pelayanan publik mengutamakan serving atau melayani serta melaksanakan kepentingan publik sebagai hasil dialog dengan para pemangku kepentingan. “Dengan melibatkan stakeholder, terutama publik, maka kebijakan yang dibuat pun akan mampu mengakomodasi kepentingan publik,” jelasnya.

Pertanggungjawaban yang multifaceted, bukan hanya hierarkis juga menjadi alternatif dalam membuat kebijakan publik. “Multifaceted akan memfokuskan pada kepentingan publik, mengikuti hukum, norma politik, standar profesionalisme,” urai Ulung. Perilaku pelayan publik untuk lebih mengutamakan peran sebagai public service man juga perlu ditumbuhkan sehingga muncul tanggung jawab untuk berkontribusi kepada publik serta memandang publik sebagai citizen atau warga Negara yang punya hak dan kewajiban, bukan lagi sebagai customer.

Share This Post

Berita Terkini