Berita

Masyarakat Dituntut Berperan Aktif dalam Uji Publik Siaran TV Swasta

IMG-20160129-WA0005[1]

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga pengawas siaran televisi di Indonesia, saat ini meminta kontribusi dan keterlibatan langsung masyarakat Indonesia terkait dengan meminta masukan masyarakat untuk perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran 10 televisi swasta, yakni ANTV, Global TV, Indosiar, MNC TV, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7, TV One, dan Metro TV yang izin siarannya akan segera berakhir pada bulan Oktober 2016.

Menanggapi perihal uji publik tersebut, Fajar Junaedi,S.IP,M.Si selaku dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ketika dihubungi BHP UMY pada Jumat (29/1) mengungkapkan, telah dijelaskan pada pasal 1 ayat 8 UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyebutkan bahwa penyiaran menggunakan frekuensi radio yang memanfaatkan spektrum frekuensi yang terbatas. Selain itu UU penyiaran juga menyebutkan bahwa izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat, dan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI.

“Sudah menjadi rahasia umum bahwa stasiun televisi telah banyak melakukan pelanggaran etika dan regulasi, terkait dengan pelanggaran terhadap UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran – Standar Program Siaran (PPP-SPS) yang terjadi secara massif, salah satunya yaitu seperti ditunjukkan banyaknya konten kekerasan verbal maupun fisik, serta nihilnya perlindungan kepada anak,” ungkap Junaedi.

Ditambahkan oleh Juanedi, Pemilu 2014 merupakan pelajaran berharga bagi kita, bagaimana pemanfaatan frekuensi yang pada hakikatnya milik publik namun dimanfaatkan untuk kepentingan pemilik stasiun televisi. “Televisi jika kita kembali mengingat pada pemilu 2014 lalu berlomba-lomba memberitakan sebuah informasi kepada publik dengan kecenderungan-kecenderungan membela tokoh politik yang didukung dengan memanfaatkan media televisi yang dimiliki melalui sebuah pemberitaan,” tambahnya.
UU penyiaran mengamanatkan bahwa publik dapat memberikan masukan dan juga hak suara terkait dengan pemberian perpanjangan izin siaran televisi swasta kepada KPI melalui uji publik. “Masyarakat dapat berkontribusi dengan ikut melakukan evaluasi dengan cara mengirimkan saran dan kritik mengenai isi siaran dengan mengakses ujipublik@kpi.go.id sebelum tanggal 31 Januari 2016,” tambah Junaedi.

Kembali ditambahkan oleh Junaedi, sudah saatnya bagi publik untuk berperan secara aktif. “Sudah saatnya relasi stasiun televisi dan publik dalam perspektif studi audiens berada dalam negotiated reading bukan hegemonic reading yang secara mutlak dikendalikan stasiun televisi, dan uji publik tersebut merupakan wujud nyata dari negotiated reading,” tambahnya.

Haryadi Arief Nur Rasyid, SIP, MSc selaku Ketua Jurusan IK UMY turut memberikan komentar, Haryadi mengungkapkan mekanisme terkait uji publik yang dilakukan oleh KPI cukup baik, melalui mekanisme tersebut pemerintah dapat melakukan control terhadap institusi penyiaran Indonesia. “Menurut saya atas nama kebebasan pers, kondisi lembaga penyiaran di Indonesia saat ini diibaratkan gelombang tsunami, yaitu besar, kuat, dan tak terbendung. Televisi di Indonesia kerap kali menyamaratakan antara hak kebebasan pers dengan kepentingan untuk mendapatkan rating yang notabene hal tersebut hanya kepentingan kapitalisme semata,”ungkapnya.

Ditambahkan oleh Haryadi, bersinergi dengan lembaga KPI, diharapkan pemerintah dapat memanfaatkan moment perpanjangan izin tersebut untuk mengevaluasi dan kemudian memberikan punishment kepada lembaga penyiaran yang terbukti tidak menempatkan kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan ekonomi dari lembaga penyiaran. “Mekanisme perpanjangan izin tersebut dapat menjadi instrument untuk memecahkan permasalahan oligopoli industri media di Indonesia. Dan pemerintah dapat memaksa agar kepemilikan media tidak hanya mengumpul pada segelintir orang saja,” tutupnya.

Pelanggaran stasiun televisi terhadap PPP-SPS tersebut juga telah dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para mahsiswa Ilmu Komunikasi UMY pada mata kuliah Hukum Media Massa. Penelitian yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku dengan judul “Televishit: Jikalau Nonton Cerdas dan Kritisi” dan buku “Televisial: Merayakan Budaya Menonton, Membaca Program Televisi”, yang menunjukkan bahwa sepanjang bulan September hingga Desember 2015, banyak pelanggaran PPP – SPS yang dilakukan oleh stasiun televisi. (adam)

Share This Post

Berita Terkini