Berita

IFoSEN Sukses Terselenggara

Setelah melakukan persiapan yang hanya kurang dari satu bulan lamanya, International Fair of Special Education Needs (IFoSEN) sukses terselenggara. Acara yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada 9 hingga 10 Desember 2014 di Exhibition Hall Taman Pintar Kota Yogyakarta, dengan menggandeng PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) DIY ini, diharapkan dapat menyadarkan masyarakat dunia tentang keberadaan saudara, keluarga, teman atau pun orang-orang di sekitarnya yang memiliki kebutuhan khusus (difabel).

Bukan hanya untuk menumbuhkan kesadaran akan keberadaan mereka saja, namun juga agar warga berkebutuhan khusus tersebut mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat lainnya. Dengan begitu, mereka pun akan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, mendapat kesempatan bekerja, mendapat perlindungan dan jaminan dalam bidang kesehatan, sosial, politik, hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal dan aksesibilitas, serta memperoleh kesempatan yang sama untuk berkreasi melalui seni, budaya dan olah raga.

Satria Rizaldi, selaku wakil ketua panitia saat ditemui di Biro Humas UMY, Jum’at (26/12) mengatakan, inti dari acara IFoSEN tersebut sebenarnya adalah dengan memamerkan karya seni yang dihasilkan oleh warga-warga difabel di Indonesia. Karya-karya seni tersebut juga dipamerkan di hadapan institusi-institusi dan NGO dari luar negeri, yang juga ikut berpartisipasi dalam acara itu. “Dalam acara ini, kami lebih banyak mengekspos karya-karya seni, produk kerajinan, pentas seni, serta lomba-lomba kesenian. Dan semua itu diikuti oleh para penyandang disabilitas, karena ini juga sebagai bentuk kepedulian kami pada mereka,” katanya.

Menurut Satria, selama ini kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh orang-orang berkebutuhan khusus itu masih jarang diekspos dan diketahui oleh masyarakat luas. Karena itulah, dalam acara yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Special Needs Internasional (HSNI) ini, panitia penyelenggara menampilkan produk-produk kesenian dan kerajinan yang mereka hasilkan, agar semua orang mengetahui bahwa di balik kekurangan para difabel itu ternyata ada banyak kelebihan yang mungkin saja belum tentu bisa dilakukan oleh orang biasa lainnya. “Cara yang kami lakukan untuk mengenalkan kelebihan mereka ini bukan hanya dengan memamerkan produk-produknya saja, tapi kami juga mengadakan berbagai macam lomba, seperti lomba fashion show dan comic street. Selain itu juga ada long march bersama 1000 penyandang difabel DIY, dengan rute dari Benteng Vreden Burg sampai ke Taman Pintar,” ungkapnya.

Dalam long march tersebut, mereka juga mengampanyekan PERDA DIY No.4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas agar benar-benar bisa diterapkan secara maksimal. Kegiatan long march ini juga berhasil menjadi Rekor dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LAPRIND).

Selain itu, lanjut Satria, dalam pembukaan IFoSEN pada Senin (9/12), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan juga turut hadir menyampaikan orasi dan motivasi pada penyandang difabel agar mereka tetap terus berusaha dan bekerja keras, serta tidak menjadikan kekurangannya sebagai beban untuk meraih prestasi dan kesukesan. Anies juga menyarankan agar masyarakat mulai mengubah pola pikirnya (mindset) pada penyandang difabel. Menurut Anies, masyarakat tidak boleh memandang warga berkebutuhan khusus tersebut sebagai orang cacat. Tapi, kekurangan yang ada pada diri seseorang tersebut harus dipandang sebagai sesuatu yang alami. Jika mindset masyarakat pada warga berkebutuhan khusus sudah bisa berubah seperti itu, maka kesempatan mereka untuk meraih hak yang sama dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, seni, budaya, olah raga, politik, hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal, dan aksesibilitas, akan semakin terbuka lebar.

Share This Post

Berita Terkini