Berita

Hati- hati Memilih Guru


Indonesia adalah negara liberal. Adanya kebebasan berbicara juga berimplikasi terhadap kebebasan untuk berdakwah. Siapa pun bisa menjadi da’i dan berdakwah dimana pun. Tidak sedikit orang yang berdakwah itu memberikan pengetahuan yang sesat. Untuk itu hati-hatilah memilih guru jangan sampai terjebak dalam pikiran yang sesat.

 Hal ini disampaikan oleh Yunahar Ilyas selaku Guru Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Musyawarah Daerah (MUSDA) Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Pusat Komunikasi Daerah (FSLDK) DIY ke-IX dengan mengangkat tema “Pemuda Menduniakan Ahlak Mulia” pada Jumat (7/12) di Ruang Sidang AR. Fackrudin B kampus terpadu UMY.

 Yunahar menjelaskan bahwa banyaknya wadah untuk menyalurkan dakwah seharusnya dimanfaatkan oleh anak muda. “Berkembangnya internet bisa membantu kalangan muda untuk berdakwah. Akan tetapi, keberadaan internet juga menimbulkan banyak dampak negatif karena internet dijadikan media dakwah oleh oknum yang mengaku dirinya da’i padahal akhlaknya tidak mencerminkan ia sebagai seorang da’i. Hal itulah yang memicu banyaknya ajaran sesat yang ditawarkan,” katanya.

 Selain Yunahar, turut hadir Hj. Swarsih Madya selaku dosen Universitas Negeri Yogyakarta dan Wajdi Rahman MS.I. dalam kesempatannya Swarsih menjelaskan dalam memberikan dakwah semua orang bisa menjadi pendakwah, di mana pun dengan cara apapun.

 “Dakwah itu, tidak hanya menyampaikan kultum di depan mimbar. Akan tetapi dakwah itu juga melalui sikap kita. Akhlak yang baik sudah bisa mewakili bahwa kita telah berdakwah,” jelasnya.

 Menurut Swarsih juga menjelaskan pemuda Indonesia saat ini memiliki peluang yang sangat besar untuk menyampaikan dakwahnya. Pemuda Indonesia tidak perlu khawatir dengan populasi penduduk yang terus meningkat.

“Karena saat ini Negara Eropa sedang mengalami krisis penduduk. Pasangan suami istri di sana enggan memiliki buah hati. Untuk itu orang Indonesia seharusnya pergi ke Eropa untuk menuntaskan satu misi, yaitu berdakwah,” ujarnya.

 Wajdi juga turut menyampaikan materinya, yaitu tantangan terbesar pemuda Indonesia saat ini adalah belum terlalu paham tentang identitas mereka. Pemikiran-pemikran dari barat terus masuk ke Indonesia sehingga menyebabkan sebuah perubahan.

 “Krisis identitas adalah tantangan terbesar yang dialami oleh pemuda saat ini. Dengan banyak paradigma yang masuk seharusnya pemuda Indonesia lebih menyaring lagi pemikiran-pemikiran dari barat sehingga mereka tidak mengalami krisis identitas,” tuturnya.

 Acara yang berlangsung 3 hari ini yaitu pada Jum’at-Minggu ini merupakan rangkaian acara konsolidasi dan silaturahim antar Lembaga Dakwah Kampus (LDK) se-Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Unit Kerohanian Islam Jama’ah Al-Anhar (UKI-JAA) UMY bekerjasama dengan Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda).

Share This Post

Berita Terkini