Berita

Generasi Muda Harus Jadi Agen Perdamaian

baliho-boulevard-4x6-ver2-01Sebagaimana diketahui bersama Mahathir Global Peace School (MGPS) merupakan salah satu program yang berfokus pada pencapaian perdamaian dunia. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam MGPS tersebut selalu menitikberatkan pada resolusi konflik melalui jalan perdamaian, bukan peperangan. Program MGPS yang sudah berjalan empat kali dan akan dilanjutkan pada MGPS kelima yang akan dilaksanakan pada 25 November hingga 5 Desember 2016 ini, juga telah memiliki banyak alumni yang tersebar di beberapa negara.

Para alumni MGPS yang terdiri dari para generasi muda dan berjumlah sekitar 200 orang ini dituntut untuk bisa menjadi agen perdamaian, baik di negaranya sendiri maupun untuk mewujudkan perdamaian dunia. Apalagi para alumni MGPS tersebut juga telah memiliki jaringan khusus yang nantinya diharapkan bisa menciptakan jaringan baru di negaranya sendiri. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Indira Prabasari, Ph.D selaku Ketua Pelaksana MGPS ke-5, saat ditemui di Kantor Urusan Internasional UMY, Senin (14/11).

Menurut Indira, jaringan baru yang diharapkan bisa dibentuk oleh para alumni MGPS tersebut dapat menjadi sarana mereka untuk menyebarkan pesan perdamaian di negaranya masing-masing. Selain itu, jika alumni MGPS tersebut bisa membuat jaringan baru yang berfokus pada perdamaian, maka pesan perdamaian tersebut juga akan cepat sampai pada masyarakat luas. “Kami memiliki jaringan khusus yang anggotanya para alumni MGPS, mulai dari MGPS satu hingga empat, dan jumlahnya ada 200 anggota. Kedepannya kami harapkan para alumni ini bisa menjadi agen perdamaian untuk negaranya masing-masing dengan membentuk jaringan-jaringan baru. Karena sebuah pesan yang disampaikan kepada dan dari anak muda itu akan cepat tersampaikan,” ujarnya.

Indira juga menjelaskan bahwa para alumni MGPS tersebut telah banyak menerima materi-materi tentang perdamaian pada kegiatan-kegiatan MGPS. Materi yang diberikan untuk mengubah pola pikir mereka tentang perdamaian itu, diharapkan pula dapat mereka implementasikan dalam kehidupan nyata. “Untuk training dan pemberian materi yang bersifat akademis mengenai perdamaian mungkin akan berhenti sampai di MGPS kelima ini. Saat ini yang harus kita fokuskan selanjutnya adalah bagaimana membuat program yang implementatif bagi para alumni MGPS, agar mereka bisa menyebarkan pesan perdamaian ini di tempat-tempat yang berbeda,” jelasnya.

Karena itulah, lanjut Indira, pada MGPS kelima ini pesan tentang perdamaian terutama terkait tema “Peace an Inter-Religious Dialogue in World Wide Education” bisa tersampaikan lebih luas lagi. “Dengan jumlah partisipan serta peserta yang lebih banyak dan beragam, seperti partisipan dari kalangan publik, perwakilan PGPF, partisipan undangan dari mitra UMY, serta peserta sit-in dari kalangan mahasiswa UMY, target kami di MGPS kelima ini bisa tersampaikan lebih luas lagi. Dan target kedua adalah bisa menghasilkan buku tentang perdamaian yang lebih komplit, dari mulai MGPS pertama hingga terakhir yang kelima ini, dari mulai tema tentang konflik yang disebabkan oleh perbatasan sampai konflik yang terjadi karena perbedaan agama. Buku itulah yang kemudian akan kami jadikan sebagai dasar-dasar lanjutan kerjasama antara UMY dan PGPF untuk membuat program berikutnya yang lebih implementatif,” imbuhnya.

Adapun peserta MGPS kelima saat ini berasal dari Indonesia (13 orang), Pakistan (2 orang), Yaman (2 orang), Uzbekistan (2 orang), Malaysia (7 orang), Filipina (5 orang), Bangladesh (1 orang), Azerbaijan (1 orang), India (2 orang), Polandia (1 orang), United Kingdom (1 orang), Uganda (1 orang), Sudan (1 orang), dan Singapore (1 orang), serta 10 peserta sit-in dari kalangan mahasiswa S1 UMY. Sementara narasumber pada MGPS kelima ini adalah Dr. Sidi Omar (Universitat Jaume I, Spain), General Tan Sri Panglima Mohd Azumi Mohamed (Board of Trustee of Perdana Global Peace Foundation, Malaysia), Jend Purn Ryamizad Ryacudu, Prof. Greet A Van Klinken (Amsterdam University), Dr. Imtiyaz Yusuf (Director of the Center for Buddhist-Muslim Understanding in the Collage of Religious Studies at Mahidol University in Thailand), Dr. Elga Sarapung (Interfaith Dialogue in Indonesia), Letjen (Purn) Agus Widjojo (Governor of The National Resilience Institute (Lemhanas)), Stephane Reynier de Montlaux (Humanitarian Consultant), Dr. Chandra Muzaffar (President of the International Movement for a Just World (JUST)), Irfan Amalee, M.A (Co-Founder and Director of Peace Generation Indonesia), Prof. Dr. Alberto Gomes (Director of Dialogue, Emphatic Engagement and Peacebuilding), H.E. Ahmed Amer Ahmed Mouawad (Ambassador of Egypt for Indonesia), Assoc. Professor Dr. Mohd. Hisham Mohd. Kamal (Ahmad Ibrahim Kulliyah of Law, International Islamic University of Malaysia).

Share This Post

Berita Terkini