Berita

Forum Dekan FH PTM dan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Rencanakan Pembentukan LBH

Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan Rapat Koordinasi Arah organisasi Bantuan Advokasi dan Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Acara yang diselenggarakan di gedung KH Ibrahim ruang Amphitheater lantai 5 UMY tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum), PKBH (Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum), Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan juga perwakilan dari berbagai FH PTM. Rapat koordinasi tersebut direncanakan dapat menjadi cikal bakal terbentuknya institusi pemberi bantuan hukum dan advokasi.

Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. selaku dekan dari FH UMY menyatakan bahwa kegiatan tersebut mulanya di rencanakan sebagai agenda pertemuan dekan FH PTM se-Indonesia. “Awalnya hanya sebatas forum dekan saja, namun kemudian ada usulan agar sekaligus mengadakan koordinasi dengan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Karena memang sejak tahun 2015 hingga nanti 2020 Majelis banyak melakukan kegiatan bersama forum dekan PTM. Untuk pengadaan organisasi yang memberikan bantuan hukum dan advokasi yang dilakukan oleh PTM ini sebenarnya memang sudah menjadi harapan dari Ketua Majelis Hukum dan HAM PP, bapak Busyro Muqoddas. Bantuan secara struktural tersebut nantinya akan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk hal ini kami sudah memberi data kepada PP berapa banyak FH yang dimiliki oleh PTM, sebanyak 30 institusi lebih, baik dari universitas maupun sekolah tinggi menyanggupi untuk membentuk organisasi ini,” ujarnya.

Organisasi tersebut nantinya akan memberikan bantuan yang melingkupi bantuan hukum dan juga santunan kepada korban. “Ruang lingkup pertama adalah bantuan hukum yaitu segala hal ihwal yang berkenaan dengan pemberian jasa hukum. Dimana bantuan tersebut diberikan secara prodeo (gratis) kepada pencari keadilan yang kekurangan. Kemudian yang kedua adalah santunan kepada korban dalam bidang hukum yang terutama dilakukan dengan pemberian kompensasi oleh negara kepada korban tindak pidana karena negara gagal melakukan tugasnya dalam melindungi warga negara, termasuk di dalamnya adalah perlindungan dari tindak pindana. Ini kita berkaca pada kasus Siyono yang ditangani oleh PP Muhammadiyah,” ujar Dr.Syaiful Bakhri, S.H, M.H selaku Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah yang juga menjabat sebagai Dekan FH di Universitas muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Meski bantuan hukum tersebut merupakan gerakan kemanusian namun demikan dalam pratiknya pemberian bantuan hukum ini ternyata masih mengalami hambatan. “Dalam undang-undang nomor 18 tentang Advokat belum diatur secara jelas pemberian bantuan hukum. Hasilnya advokat yang bekerja di Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan bantuan hukum akan bekerja tanpa bayaran dari pemerintah. Karenanya kita membutuhkan undang-undang yang dapat secara spesifik mengatur tentang bantuan hukum. Selain itu ada hambatan budaya berupa masyarakat yang belum teredukasi mengenai legal aid (bantuan hukum secara resmi) dan juga legal fight (usaha hukum),” papar Syaiful.

Menurut Syaiful rencana pembentukan organisasi yang memberikan bantuan hukum tersebut juga merupakan usaha dari Muhammadiyah untuk membantu masyarakat umum. “Pembentukan lembaga bantuan hukum ini merupakan penerapan dari pemahaman kita dari surat Al-ma’un. Isi dari surat itu kan ada yang menyebutkan bagaimana kita harus menolong mereka yang miskin dan membutuhkan. Menurut kami, mereka yang sedang mengalami masalah dengan hukum itulah yang memerlukan uluran tangan kita,” tutupnya. (raditia)

Share This Post

Berita Terkini