Berita

Amerika Inginkan Pengklaiman terhadap Beberapa Area di Laut China Selatan Tetap Berlandaskan Pada Hukum Internasional

US Embassy 3Kawasan Laut China Selatan merupakan kawasan yang strategis dan terdapat sumber daya alam dan minyak bumi yang melimpah, sehingga menimbulkan persaingan klaim di beberapa area oleh negara-negara di sekitarnya. Negara yang terlibat klaim di kawasan Laut China Selatan antara lain Taiwan, China, Vietnam, Filipina dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Masing-masing negara mengklaim area yang memiliki sumber daya alam dan minyak yang melimpah seperti di kepulauan Spratly yang ada di Laut China Selatan.

Pengklaiman atas beberapa area di kawasan Laut China Selatan tidak lepas dari pembangunan pulau-pulau buatan dan reklamasi pantai, yang mana hal tersebut dapat merusak sumber daya alam di sana seperti karang-karang. Hal tersebut yang disampaikan oleh Kyle Fritschle, salah satu officer United States (US) Embassy dalam kuliah umum “Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di Asia Tenggara” di ruang sidang gedung AR Fakhrudin A lantai 5 pada Selasa (6/10).

Menurutnya, pembangunan pulau buatan di Laut China Selatan dilakukan oleh negara China. Hal tersebut dapat memprofokasi negara-negara lain yang terlibat klaim di kawasan tersebut untuk juga melakukan pembuatan pulau-pulau buatan sebagai penanda area milik masing-masing negara. Sedangkan hal tersebut merupakan tindakan yang konfrontatif dan tidak sesuai dengan hukum maritim internasional yang ada.

“Amerika Serikat memang tidak terlibat dalam persaingan klaim yang terjadi di kawasan Laut Selatan. Namun Amerika sangat mendukung kebebasan bernavigasi di kawasan Pasifik. Sehingga Amerika berharap agar negara yang berseteru selalu berlandaskan kepada Hukum Internasional dalam aksi yang hendak diambil,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa meskipun negara-negara di kawasan Laut China Selatan saling berselisih dan memperebutkan wilayah, namun perdamaian tetap harus ditegakkan dan aksi provokatif tidak boleh dilakukan. Pasalnya, hak yang dimiliki oleh masing-masing negara, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil tetap harus dihargai adanya.

Di sisi lain, dalam kuliah umum tersebut, dosen Ilmu Hubungan Internasional UMY, Ratih Herningtyas,S.IP,M.A memaparkan tentang hubungan diplomatik antara Amerika dengan negara-negara di Asia Tenggara. Ia menyatakan bahwa hubungan antar kedua belah pihak sudah terjalin lama, namun kembali ditegaskan pada bulan Juli 2009 ketika administrasi Presiden Obama menyetujui Treaty of Amity and Cooperation (TAC) antar negara-negara Asia Tenggara.

“Pada November 2012, Obama melakukan kunjungan ke negara Kamboja dan Myanmar, yang merupakan kunjungan bersejarah dimana untuk pertama kalinya presiden U.S. mengunjungi Kamboja dan Myanmar,” ulasnya. Selain itu, kunjungan tersebut juga merupakan kunjungan Sekretaris negara Amerika Serikat untuk pertama kalinya setelah 50 tahun.

Pada masa pemerintahan Obama sendiri, kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang mulanya fokus pada kawasan Eropa, menjadi beralih fokus pada kawasan di Asia Tenggara. Hal ini juga karena faktor kepentingan ekonomi, strategi, dan keamanan yang ada di Asia Tenggara. Amerika sendiri pada masa Obama telah mengirimkan bantuan berupa Pacific Angel, dimana kapal militer milik Amerika Serikat menjalankan misi kemanusiaan di Aceh, Yogyakarta, dan NTT. Selain itu, pada masa pemerintahan Obama ia telah mengadakan empat kali meeting bersama dengan pemimpin-pemimpin ASEAN, yang mana hal tersebut menunjukkan ketertarikan Amerika Serikat terhadap ASEAN. (Deansa)

Share This Post

Berita Terkini